Senin, 27 Agustus 2012

Libur Lebaran

Lebaran, selain ditunggu-tunggu para staff rumah tangga. Saya-pun menunggunya. Saya menunggu waktu, menikmati kebersamaan dengan anak-anak tanpa ada staff rumah tangga di rumah.

Dulu, saya merasa kerepotan jika ditinggal pembantu. Sekarang, urusan masak memasak, bersih-bersih, nyuci piring dan baju, memandikan dan menyuapi anak-anak, bukanlah hal yang mengganggu saya. Enjoy sekali saya melakukannya. Menikmati 24 jam waktu bersama anak-anak. Kapan lg jika tidak pada saat liburan Lebaran begini?hehhee.

Beberapa hari menjelang Lebaran, saya stok sayuran, bumbu-bumbu, telor dan terpaksa menyetok makanan siap saji seperti sosis,bakso kornet dan sarden. Ini namanya belajar dari pengalaman. Karena biasanya selama libur Lebaran, abang sayur jg libur, pasar-pasar tradisional juga tutup.

Libur saya tidak selama pembantu rumah tangga,  karena kantor saya ini media, jd hanya tutup di tanggal merah saja. Alhasil, saya mengajak anak-anak ngantor. Hihi bukan ngantor sih tepatnya. Wong di kantor jg sepi, telp tidak berdering sama sekali. Jadi anak-anak piknik saja di kantor, sekalian biar tau situasi kantor ibunya, termasuk jarak dari rumah ke kantor. Jadi beberapa hari kami ngantor sekeluarga, si kaka ikut di kantor papanya, si adik sama saya. :D

Selama ngantor bersama anak-anak, otomatis saya tidak memasak untuk makan malam. Nah, setiap pulang kerja kami mencari tempat makan. Anak saya yang sulung langsung komentar, ibu tiap hari kalau ibu kerja mesti begini ya? jajan dulu baru pulang. hahhahaha.








Minggu, 05 Agustus 2012

Meneh...

Siang itu, saya kedatangan tamu. Ceritanya, dia mau belajar main keyboard. Cerita mengalir, ngalor-ngidul. Yang membuat ngobrolnya jadi asyik, antara lain karena si bapak ini adalah orang Jogja dan suka berwirausaha. Saya selalu senang mendengar kisah seorang pengusaha. Bagaimana dia mulai merintisnya yang awalnya hanya di rumah, hingga akhirnya sekarang memiliki 60 gerai yang tersebar di Jabodetabek, Kerawang, Bangka Belitung dan Palangkaraya. Itu belum termasuk bisnis yang lain yaitu cafe dan mini resto. Bapak ini dulunya seorang dosen. Masa dimana dia menentukan hendak 100% nyemplung di bisnisnya memang butuh waktu. Sama seperti bos besar saya, dulu seorang guru. Sekarang raja media. Akhinya orang-orang itu bisa bersyukur  bahwa mereka telah menentukan langkahnya. Titik balik kehidupannya. Saya kapan ya ? hehehe

Saya termasuk beruntung, karena saya mempunyai beberapa teman dekat yang merupakan pengusaha. Dari mereka, wacana saya bertambah. Dari mereka keyakinan saya meninggi. Dari mereka saya belajar tentang kegagalan. Bisa menjadi kaca bagi saya untuk berpikir. Herannya ya, sampai sekarang saya masih stagnan di tempat. Ya ampunnnnn....

Oiya, dari ngobrol-ngobrol tadi akhirnya si Bapak ini belajar menyanyi dengan saya. Harusnya 30 menit per sesi, tapi dia ambil satu jam. Kelas keyboard tetap dia ambil. Saya grogi ngajari seorang direktur. hihihihi
Karena saya sudah nyemplung di dunia mengajar, ya saya lakoni saja. Malah saya masih punya cita-cita untuk mengajar di bidang lain. Kelak saya ingin fokus di bidang mengajar dan menulis saja.

Cita-cita meneh, pikiran meneh. wuuuuuuuu :)

Kamis, 02 Agustus 2012

CINTA & WELAS ASIH


Kita tidak pernah melihat dunia sebagai keutuhan oleh karena kita begitu terpecah-belah, begitu amat terbatas, remeh. Kita tidak pernah memiliki rasa keutuhan, di mana benda-benda di laut, benda-benda di bumi, alam sekitar, langit, alam semesta, adalah bagian dari kita. Bukan dikhayalkan--Anda bisa melambung dalam suatu khayalan dan membayangkan bahwa Anda adalah alam semesta, lalu Anda menjadi sinting. Tetapi patahkan kepentingan kecil yang berpusat pada diri ini, jangan berhubungan dengan itu lagi, dan dari situ Anda bisa bergerak tanpa batas. 

Dan meditasi adalah itu, bukan duduk bersila, atau berdiri di atas kepala Anda, atau melakukan apa pun yang Anda suka, melainkan memiliki rasa keutuhan dan kesatuan sempurna dari kehidupan. Dan itu hanya bisa datang apabila terdapat cinta dan welas asih.

Salah satu kesulitan kita ialah bahwa kita telah mengaitkan cinta dengan kenikmatan, dengan seks, dan bagi kebanyakan dari kita cinta juga berarti kecemburuan, kecemasan, kepemilikan, kelekatan. Itulah yang kita namakan cinta. Apakah cinta kelekatan? Apakah cinta kenikmatan? Apakah cinta keinginan? Apakah cinta lawan dari kebencian? Jika ia lawan dari kebencian, maka ia bukan cinta. Semua lawan mengandung lawannya. Ketika saya mencoba untuk menjadi berani, keberanian itu lahir dari ketakutan. Cinta tidak mungkin punya lawan. Cinta tidak mungkin ada bila ada kecemburuan, ambisi, keagresifan.

Dan di mana ada sifat cinta, dari situ muncullah welas asih. Bila ada welas asih itu, ada kecerdasan--tetapi itu bukan kecerdasan dari kepentingan diri sendiri, atau kecerdasan pikiran, atau kecerdasan dari pengetahuan yang banyak. Welas asih tidak ada kaitannya dengan pengetahuan.

Hanya dengan welas asih ada kecerdasan yang memberi manusia rasa aman, kemantapan, kekuatan yang amat besar.

[Dari: “This Light In Oneself – True Meditation”, oleh J. Krishnamurti, 1999, Bab 9]
Diterjemahkan oleh Hudoyo Hupudio