Rabu, 28 November 2012

Kali ini tentang Rony

Rony menghempaskan napas dan duduk di depanku. Aku memandang mimik mukanya yang sangat kacau tanpa mengeluarkan pertanyaan apapun. Aku paham betul sahabatku ini jika sedang kalut. Aku diam menunggu dia siap untuk bicara.

Kata yang keluar dari mulutnya saat itu.. "aku mau cerai". Kenapa?, tanyaku. "Istriku minta cerai", jawabnya. Kami berdua terdiam cukup lama.


" Kami tidak ada masalah apapun, tiba-tiba dia minta cerai tanpa alasan yang jelas. Dia hanya membandingkan aku dengan pria lain. Aku menyimpulkan bahwa dia tidak puas dengan aku, dengan penghasilanku, dengan keadaanku.Tuntutan keluarganya terlalu tinggi terhadapku. Mungkin harapan mereka, selain rumah, juga punya mobil, beli barang-barang bagus, pesta dll. Kamu tau sendiri, gajiku berapa sebagai staff biasa ini." Matanya menerawang jauh, lalu aku biarkan dia berlalu dari hadapanku.

Hari hari berlalu, bulan demi bulan berganti, perceraian itu terjadi juga. Supaya proses perceraian berjalan lancar dan tidak lama, maka pengaduannya dibuat seakan-akan Rony tidak pernah menafkahi sang anak dan istri. Semua urusan perceraian diurus oleh keluarga sang istri. Rony terima beres.

Demikian Rony kini menjadi duda. Anak semata wayang tinggal bersama mantan istrinya. Rony kembali tinggal bersama ibunda tercinta. Latar belakang kehidupan Rony memang bukan dari keluarga berada. Ayahnya almarhum adalah seorang satpam sementara sang ibu adalah ibu rumah tangga. Nasib baik membawa Rony yang lulusan SMA menjadi pegawai di sebuah perusahaan ternama. Berbeda dengan saudara laki-laki dan saudara perempuannya.

Sebagai laki-laki Rony tentu saja ingin membuktikan diri bahwa dia mampu untuk sukses. Saya tau persis dimana dia membuka usaha konveksi dengan modal pinjaman dari sebuah bank. Beberapa kali saya mengunjungi tempat usahanya itu. Sayangnya usaha itu tidak berjalan mulus. Kakak yang dia percaya untuk mengawasi usaha ini tidak bisa diandalkan. Rony  merugi, gulung tikar.

Keinginannya tidak berhenti sampai di situ. Dari usaha konveksi, Rony beralih ke usaha sewa menyewa mobil. Mulai dari punya satu mobil yang dia beli secara kredit, hingga akhirnya punya beberapa mobil. Sekarang, Rony menjadi duda yang berduit.

Laki-laki berduit tentu saja banyak dilirik cewek. Berapa wanita yang mengejar dia, aku sedikit paham. "Lo ga pengen kawin lagi Ron", tanyaku.

"Ah, nanti dulu. Aku ga yakin calon istriku nanti juga bisa menerima keadaanku yang selamanya akan menanggung mama. Terlebih lagi, aku punya anak lagi nih,, dari wanita yang tidak aku nikahi", jawabnya nyengir.

"Terserah kau saja lah, Ron. Asal kau tanggung jawab untuk anak itu. Dia kan ga minta dilahirkan. Lha, kenapa gak lo nikahi?"

"Abis, emm... jelek sih wajahnya".. jawabnya sambil senyum-senyum.

"Ah, kadal lo." .. Aku lempar kacang yang sedang kusantap ke mukanya."Trus kemaren waktu bikin lo tutup bantal dulu mukanya"

Dia tertawa saja. Tawa yang hambar. Dari mukanya aku lihat dia menyesal. Namun, nasi sudah menjadi bubur sementara kehidupan harus terus berjalan.


---bersambung ---






Ilusi dan kebenaran

Ilusi dan Kebenaran

Hampir setiap saat kita melakukan pencarian untuk menemukan Kebenaran. Banyak pertanyaan muncul berkaitan dengan pencarian Kebenaran, misalnya sebagai berikut. “Apakah relasiku dengan seseorang sudah benar?” “Bagaimana bekerja atau bertindak secara benar dalam situasi-situasi yang tidak ideal”. “Bagaimana mendekati persoalan dan memecahkannya secara benar?” “Bagaimana menjalani kehidupan sehari-hari secara benar?”

Kebenaran yang kita temukan dengan merujuk pada sumber-sumber kebenaran dalam Kitab-kitab, doktrin agama atau tradisi sebagai satu-satunya sumber paling valid dalam menemukan kebenaran tidak cukup menjadi penerang setiap langkah kita. Bahkan kebenaran versi Kitab-kitab dan doktrin intelektual yang kita lekati justru menjadi sumber konflik dan peperangan sejak awal manusia mendiami bumi hingga sekarang. Oleh karena itu, betapa penting dan mendesak untuk menemukan Kebenaran secara actual.

Kebenaran actual bukanlah informasi tentang fakta, melainkan persepsi tentang fakta “apa adanya” itu sendiri. Kebenaran adalah persepsi tentang fakta sebagai “apa adanya” dan persepsi tentang “apa adanya” adalah tindakan seketika. Dengan demikian persepsi tentang Kebenaran merupakan tindakan actual yang berlangsung dari saat ke saat.

Kebenaran actual hanya di temukan pada saat sekarang, dalam relasi-relasi, dan seketika. Ia bukan penerusan konsep-konsep kebenaran dari masa lampau, bukan hasil spekulasi kebenaran di masa yang akan datang. Ia tidak ditemukan dalam isolasi diri, melainkan ditemukan dalam relasi-relasi kita satu dengan yang lain. Ia juga bukan hasil dari proses-proses pikiran dengan mencari rujukan, membandingkan, menganalisa, menilai, dan menyimpulkan.

Tidak ada pendekatan yang paling baik untuk mencari dan menemukan Kebenaran actual selain melihat kepalsuan sebagai kepalsuan. Dengan melihat dalam kejernihan kepalsuan sebagai kepalsuan–bukan persepsi tentang kepalsuan sebagai hasil pembandingan terhadap kebenaran konseptual– kita melihat Kebenaran.

Sesuatu disebut sebagai ilusi atau kepalsuan adalah kalau sesuatu itu tidak sesuai dengan fakta atau realita. Tetapi tidak semua fakta atau realita adalah Kebenaran.

Ada realita fisikal dan ada realita psikologis. Mari kita salami bersama.

Ada realita fisik yang tercipta tanpa melibatkan pikiran dan ada yang harus melibatkan pikiran. Tetumbuhan, hewan, bebatuan adalah realita fisik yang tercipta tanpa melibatkan pikiran. Benda-benda hasil teknologi, perumahan, pakaian adalah realita fisik yang tecipta dengan melibatkan pikiran.

Semua realita psikologis, seperti pengalaman kenikmatan dan kesakitan, timbul karena proses-proses pikiran. Misalnya, setiap kali timbul ingatan tertentu tentang masa lampau, ingatan itu membangkitkan kenikmatan atau kepedihan ketika pikiran bekerja. Ingatan yang datang tersebut bisa dialami seperti sebuah gambar film yang hidup, yang membangkitkan perasaan yang begitu nyata, sampai mempengaruhi detak jantung, tekanan darah, dan ketegangan fisik. Rasa perasaan tersebut, entah kenikmatan atau kepedihan, adalah realita psikologis dan realita psikologis, apapun namanya, diciptakan oleh pikiran.

Semua realita psikologis, betapapun tampak nyata seperti pengalaman kenikmatan atau kepedihan, sesungguhnya adalah ilusi atau kepalsuan. Ilusi adalah fakta, kenyataan atau realita psikologis yang diciptakan oleh pikiran. Bagi batin yang dipenjara ilusi, fakta psikologis tampak betul-betul nyata, tetapi fakta tersebut bukanlah Kebenaran.

Berikut ini beberapa contoh lain tentang fakta yang bukan Kebenaran sekedar untuk menambah deskripsi.

- “Hidup adalah penderitaan” merupakan fakta, tetapi bukan Kebenaran karena kita bisa mengakhiri penderitaan itu sekarang juga kalau kita mau.

- Adanya entitas ego/diri adalah fakta sebagai akar dari penderitaan, tetapi bukan Kebenaran karena ego/diri hanya ciptaan pikiran.

- Reinkarnasi adalah fakta tetapi bukan Kebenaran karena ego/diri yang berinkarnasi tidaklah abadi dan proses reinkarnasi bisa diputus pada saat kita hidup sekarang ketika ego/diri diruntuhkan.

- Tuhan-tuhan sebagai konsep adalah fakta yang membuat kita merasa aman atau pasti dalam menjalani kehidupan, tetapi bukan Kebenaran karena tidak ada Tuhan-tuhan yang mendatangkan keselamatan atau pembebasan.

- Pernyataan bahwa kalau kita percaya pada Allah atau Krishna atau Buddha, kita akan masuk surga atau mengalami moksa atau mengalami pembebasan adalah fakta yang membuat kita merasa menemukan kepastian, tetapi bukan Kebenaran, karena kepercayan justru menghalangi penemuan akan Kebenaran.

Bagaimana bisa batin yang hidup dalam kepalsuan keluar dari penjara ilusi? Kebenaran actual ditemukan pertama-tama kalau ada kesadaran total tentang kepalsuan-kepalsuan. Dengan melihat kepalsuan sebagai kepalsuan secara total, maka Kebenaran ditemukan dan Kebenaran itulah yang membebaskan.

Bisakah kita belajar bertindak bukan dari proses pikiran, tetapi dari insight tentang Kebenaran? Kenyataannya, hampir selalu tindakan kita bersumber dari proses-proses pikiran dan proses-proses pikiran ini menciptakan kepalsuan. Dengan demikian hampir selalu kita hidup dan bertindak dalam kepalsuan. Maka tindakan yang muncul dari insight tentang Kebenaran hanya mungkin kalau batin melihat kepalsuan-kepalsuan ini. Melihat kepalsuan dari saat ke saat adalah menemukan Kebenaran. Dan menemukan Kebenaran adalah bertindak seketika.

Tidak ada habis-habisnya menyelami kepalsuan-kepalsuan yang kita warisi, kita ciptakan dan kita wariskan kepada anak-anak kita. Ada begitu banyak paham, konsep, teori, gambaran tentang kebenaran yang ada di benak kita dan itu semua mengondisikan batin dan meracuni relasi-relasi kita termasuk relasi dengan Tuhan yang sesungguhnya. Dengan melihat Kebenaran di dalam kepalsuan, kita belajar membiarkan Kebenaran bekerja dan menghasilkan tindakannya sendiri.

J. Sudrijanta

(pembimbing meditasi)

Selasa, 27 November 2012

Seorang Fania

Setelah papanya meninggal, Fania selalu teringat akan pesannya untuk membimbing adik-adiknya. Sebagai anak sulung, Fania merasa bertanggung jawab penuh atas mamanya yang seorang ibu rumah tangga dan juga 2 adik laki-lakinya.

Saat itu Fania masih kuliah. Keahlian dan kesukaannya memasak, dia salurkan sekaligus untuk mendapatkan uang untuk kuliah dan biaya hidup. Uang pensiunan dari papanya dirasa kurang. Alhasil, hampir setiap hari setelah kegiatan belajarnya selesai, sejak sore sampai dini hari Fania membuat kue-kue kering yang akan dititipkan ke toko-toko. Hal itu dilakukan sekian tahun sampai dia dan adik-adiknya selesai kuliah.

Pengorbanan Fania tidak cukup sampai di situ. Meski Fania sudah bekerja pada sebuah perusahaan besar, hasilnya tidak dinikmati sendiri. Tanggung jawabnya kepada sang Mama diwujudkan dalam sebuah warung kelontong. "Biar Mama ada kesibukan dan juga penghasilan sendiri. Untuk tambahan  pensiunan dari Papa." Begitu katanya kepada sang Mama. Maklum, mama tinggal di Malang sementara Fania bekerja di Surabaya.

Adik-adiknya tak seberuntung Fania. Mereka bekerja dengan pendapatan yang hanya cukup untuk makan saja. Mereka sudah berkeluarga terlebih dahulu. Dasarnya Fania anak yang baik, maka Fania juga menanggung asuransi pendidikan untuk anak-anak sang adik. Fania dan sang pacar menunda rencana mereka untuk menikah. Fania selalu berdalih saat sang pacar hendak menikahinya. "Nanti adik-adikku gimana asuransinya? Beli susunya? Kalau aku menikah pasti semua subsidiku kepada mereka berhenti".

"Ya, mereka kan sudah berkeluarga, biar mereka bertanggung jawab sendiri atas kehidupannya. Kamu sudah cukup memberikan mereka kail, kamu ga harus memberinya ikan.Kamu sudah menyekolahkan dan menikahkan mereka. Ya sudah, mau sampai kapan itu?"

Dan Fania selalu menjawab "aku ga tega". Kalau sudah begitu, pacarnya tak bisa membujuknya lagi.

Begitulah seorang Fania. Saat itu sang pacar kembali tidak bergeming ketika Fania memutuskan hendak mengadopsi salah satu anak adiknya. Anak ini adalah anak ketiga. Karena sang adik merasa berat untuk biaya hidupnya, anak itu hendak digugurkan. Hati Fania luluh. Setelah diskusi yang alot dengan sang pacar, toh akhirnya adopsi dilakukan.

Fania berkomitmen untuk memberikan hidupnya kepada keluarganya dan kepada bayi itu yang adalah anaknya.Juga memutuskan untuk tidak pernah menikah dan menjadi singgle parent. Setelah melihat sang bayi, naluri kewanitaannya menimbulkan hasrat untuk menyusui. Segala hal mustahil dilakukan jika ada niat baik dan hati yang bulat untuk melakukannya. Setelah browsing di internet dan melakukan survei, Fania mencari dokter untuk membimbingnya melakukan laktasi.

Tak sekedar acungan jempol untuk Fania yang dengan sadar memutuskan selibat (tidak menikah dan mendarmakan hidupnya untuk sesama) namun juga rasa hormat kepadanya.



Senin, 26 November 2012

Sebuah cerita berjudul "Memori hati"



Empat tahun lalu aku sudah memutuskan untuk menghentikan hubunganku dengan Pram. Aku tau ini salah. Ini juga lebih baik untuk Pram yang masih membujang, agar dia bisa menemukan pasangan hidupnya dan tidak terjebak denganku. Tahun itu suamiku ditugaskan keluar kota dan aku memutuskan untuk berhenti bekerja sehingga bisa mengikutinya ke Sidoarjo.Aku rasa itu adalah pilihan yang tepat sehingga lebih mudah untukku menjauh dari Pram dan melupakannya.

Beberapa minggu ini, Pram kembali hadir dalam hidupku. Dia sudah berkeluarga. Kemajuan teknologi mempertemukanku kembali. Awalnya cuma sekedar bertegur sapa, lama-lama aku larut dalam nostalgia percintaan yang telah lalu. Aku tergoda.

Karena aku tidak bekerja kantoran, maka waktu luangku banyak terutama saat anak-anak semua sekolah. Pram tau jam-jam senggangku kecuali pas jam makan siang, karena suamiku terkadang pulang untuk menengokku dan makan siang di rumah. Awalnya cuma bbm-an, lama-lama kami ngobrol melalui telepon. 

Dua hari yang lalu, sahabatku dari Jakarta meneleponku. Entah bagaimana akhirnya aku menceritakan 
pertemuanku dengan Pram. Nura sahabatku, tau persis tentang aku dan Pram dulu. Sebenarnya Nura  hanya berpesan "hati-hati, awas kalo suami lo sampai tau.. bisa gue kremes-kremes lo". Kalau ga ingin ketehuan ya, ga usah saja lah, begitu kira-kira nasehatnya. Lelaki buaya memang pintar cara memperlakukan wanita".

Asem, saya tidak terima Pram dikatakan laki-laki buaya. Nura berada pada pihak suamiku. Dengan berapi-api dia menceritakan tentang segala kebaikan suamiku..

"Apa yang kurang dari lo, Sis. Suami yang mapan, mencukupi seluruh kebutuhanmu. Tiga anak yang manis dan pintar. Lihat  lo ah, kalau udah darah tinggi seperti apa?. Kalau lagi begitu, apa yang suami lo lakukan? Pasti dia cuma mendekatimu dan memelukmu sambil berkata, "ma, sudah, kedengeran mpe depan lho".
Ingat waktu kamu melahirkan 3 orang anakmu itu?. Sampai kamu sembuh benar, dia memandikanmu. Sampai 3 anak lho. Kalau masih anak pertama, itu masih wajar. Kira-kira ada 75% bapak baru melakukan itu. Lha ini?? Sampai anak lo tiga".

Saya tersenyum mendengar Nura menyebut 75%, kapan dia melakukan survei untuk itu? hahaha, ah, Nura memang cerewet.

"Mana pernah suami lo mengeluh capek di kerjaan? Duit kurang? Dia kan ga pengen kelihatan lagi susah di depan lo.  Ingat ga, lo lagi  lihat tv trus ada acara kuliner tentang ikan. Lo langsung telp suami lo, dan sepulang kerja dia rela muter Sidoarjo demi mendapatkan ikan itu? Brapa % laki-laki yang seperti itu Sis?" 

Kalau lo lagi demen mi ayam, bisa setiap hari dia beliin mi ayam untuk lo, Sis. Makanan yang lo suka, sampai ga boleh disentuh oleh anak-anak lo. Gubrakkkkkk .......... segitunya, Sis.
Coba ingat, kalau lo kelihatan resah sedikit, pasti dia langsung kelimpungan. Ga pengen dia lihat lo susah, stress. Mama, maunya apa? Pengen apa? Idih, gue aje ngimpi-ngimpi punya laki kek gitu. Pokoknya suami lo itu ga ada kurangnya, em.... cuma kurang ganteng dikit sih.. hahahhaa.

Aku mendiamkan Nura ngoceh panjang lebar. Aku menangis mengingat segala kebaikan suamiku. Selama 15 tahun dia selalu menciumku sebelum berangkat kerja, akhir-akhir ini ditambah dengan pelukan kasih, dan bilang, love you, mama. Mungkin suamiku punya insting karena hatiku terbagi lagi. Air mata sudah menetes di pipiku. Papa, maafkan aku.

Ha? Apa kalimat terakhir Nura? ... aawasssssssssss kau Nurrrrraaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa. !!!!!!!!!!!!!












.

Rabu, 21 November 2012

Pengalaman Dari Gereja Lain

Minggu lalu saya ke gereja di daerah Jakarta Timur. Ini memang bukan paroki saya. Iseng-iseng saja ke sana. Gereja nya bagus dan ber AC.


Kami datang telat , sudah bacaan Injil hehhee.. Lalu homili pastur. Saya kok merasakan suasana tegang di dalam gereja yang menurut saya seharusnya bernuansa tenang, teduh, dan "ngayomi".Muka-muka pengisi paduan suara juga tegang. Ini bisa saya amati dengan jelas karena saya datang telat dan duduk di balkon yang berdekatan dengan paduan suara.

Jujur homili nya pastur tidak menarik, dan tiba-tiba dia menghentikan homilinya dengan kalimat "saya tidak bisa melanjutkan kotbah karena ada suara anak-anak". blaik... jd ini ternyata yang bikin tegang. Padahal menurut saya suara anak2 itu tidaklah terlalu berisik. Jika umat mau dengan sadar mendengarkan homili, rasanya tidak akan terganggu dengan suara anak-anak itu. Jika pastur mau dengan sadar saat homili tentunya suara anak itu juga tidak mengganggu. Saya sendiri malah ga sadar kalau ada suara anak-anak sedang bercanda kecil. Anak-anak itu kira-kira yang berumur 2-4 tahunan.

Dari nada bicaranya, saya tidak merasakan pancaran kasih dari seorang rohaniwan.Lho-lho, wah,, saya mengahimi, maaf ya pastur.

Setelah misa selesai, ada info-info tentang pastur yang bersangkutan. Biasanya, menurut mereka, jika ada yang terlambat, umat itu dipersilahkan pulang. Pernah juga misa diulangi dari awal karena ada yang datang terlambat. :D

Kapok?????