Kamis, 19 Desember 2013

Awan - Kehidupan

awannya seperti jatuh
Perjalanan menuju Yogyakarta 17 Desember kemaren, menyadarkan saya atas makna kehidupan di semesta ini.


Seperti biasa, saya suka melihat awan. Buagusss bgt, lihat foto di samping deh. Awannya seperti mau jatuh. Beberapa menit sempat menikmati keindahan awan itu, namun nggak sampai hitungan jam, awan sudah mulai berubah bentuknya. Ah, seperti halnya kehidupan ini. Terus berjalan. Kalau tdk bisa melihat "saat ini", tdk menikmati "saat ini", tidak bersama "saat ini", kita hilangan "saat ini".

Pada kesempatan lain, dalam kesunyian malam, dalam kesederhaan, diantara pepohonan jati yang menjulang, saya berada diantara orang-orang yg sangat bersahaja. Ngobrol dengan seorang nenek. Kira2 umurnya sudah 80-an tahun. Kalau saya bandingkan dengan orang kota,kondisi fisik nenek ini jauh lbh hebat,  sangat hebat. Msh tegak berdiri, berjalan dengan cepat, raut mukanya segar. Jika ada pernyataan/pertanyaan terhadap sesuatu yang tdk seperti yang kita mau, simbah hanya menjawab.. "yo pancen wis dipapakne ngono karo urip, nduk" ( ya sudah demikian adanya, nak)

Ada sekitar 12 orang lainnya, sama seperti itu. Dari segi fisik, khas orang desa. Hitam legam semua krn mungkin mereka bekerja di sawah, sering terbakar oleh sinar matahari. Pakaian yg menempel di baju ya begitu2 saja. Namun senyum2 mereka sangat tulus. Cesss sampai hati. Seperti tdk ada beban dalam hidup mereka. Begitu membumi, apa adanya. 

Malam itu, saya sangat terharu. Saya berterimakasih karena dari mereka ini saya belajar ttg hidup dan akan terus belajar. Seperti dibukakan mata dan pikiran saya.  Blak.

Selesai sekitar pukul 01.30.Pertemuan itu akan menjadi moment penting dalam hidup saya. It's unforgetable.

Memang banyak hal yang saya lakukan utk menyakinkan diri saya sendiri atas keputusan yg akan saya buat. Tidak mudah awalnya, namun sekarang rasanya kaki saya lbh ringan melangkah. Pikiran saya jauh lebih anteng. Moment itu tdk bs saya gambarkan dgn kata-kata. It's life. Just the way it is.


Selasa, 10 Desember 2013

3 alasan

Mengapa?

Karena :

1. Bekerja dekat dengan anak itu adalah impian hampir semua ibu di seluruh dunia. Persiapan untuk ini sudah dilakukan 3 tahun lamanya. Jadi ini tidak mendadak dan bukan emosional semata

2. Berhenti berlari, berhenti mengejar eksistensi dan berdamai dengan semesta ini untuk hidup apa adanya. Hidup dalam kepenuhan setiap saat dalam kesehariannya.

3. Karena no 1 dan no 2 itulah, membuat kinerjanya di ruang itu sudah  tidak bagus. Jadi, untuk apa mempertahankan kursi itu.

"Life is simple"

Minggu, 08 Desember 2013

Dinamika Kehidupan



Stasiun Manggarai
Inilah suasana stasiun Manggarai, stasiun dimana orang-orang melakukan transit untuk berpindah kereta api ke jurusan Sta. Tn Abang maupun Sta. Jakarta Kota. Tadi pagi, kedatangan kereta dari Bogor dan Bekasi berberengan. Penumpang dr Bekasi mau berpindah ke kereta dari Bogor menuju Tn Abang dan sebaliknya penumpang dari Bogor hendak berpindah ke kereta jurusan Sta. Kota. Mengingat badan saya yang imut (pendek dan sedikit melebar ke samping) :D, maka saya memilih untuk menepi dulu dan meyakinkan diri sendiri bahwa saya bakalan tidak terangkut oleh kereta ini. Alhasil, menunggu kereta berikutnya. 

Sembari menunggu kereta berikutnya, saya duduk dan memberikan waktu istirahat untuk kaki yang sudah menopang tubuh saya ini. Emm,  memang kalo sedikit obesitas, berdiri terlalu lama dan harus mengejar kereta membuat tidak nyaman dan cepat lelah. 

Jika seseorang duduk dan tidak melakukan apa-apa, pasti pikirannya yang bekerja. Begitu juga saya. Melihat orang-orang yang berlalu-lalang dengan tergesa-gesa, mengejar kereta supaya tidak terlambat sampai di kantor, ada juga yang sampai beradu-mulut karena memaksa masuk biar keangkut kereta.Ada juga yang dengan "ngumpet" berjualan makanan  karena berjualan di area stasiun itu memang dilarang. Orang ini adalah seorang pekerja yang "nyambi" berjualan makanan seperti lontong, bihun, martabak dll. Mungkin untuk menambah penghasilan. Ah, orang-orang ini memang punya kewajiban untuk bekerja, itulah hakekatnya orang hidup. Inilah dinamika kehidupan. Namun, kehidupan ini selalu menawarkan sebuah pilihan. Apapun pilihannya, sadari dan jalani. 

UTS

Mulai Senin, 9 Desember 2013 anak-anak sedang UTS alias ujian tengah semester. Jaman dulu waktu SD, mau ulangan atau tidak ulangan, saya tidak pernah yang namanya dibelajarin ibu. Mungkin jg karena dulu, materi belajarnya tidak sesulit saat ini. Well, oke, saya pahami itu.

Saat ini banyak ibu-ibu yang ikut stress dengan adanya UTS , mungkin hanya saya yang terbilang longgar untuk urusan yang satu ini. Kemaren, saya ketemu dengan mamanya temen anak saya, kami terlibat sedikit obrolan, karena dia begitu buru-buru mau sampai rumah dan belajar bersama sang anak. Ibu itu bercerita kepada saya, bahwa kalau UTS seperti ini belajarnya bisa sampai jam 01.30 am. Kalau hari-harinya, jam 11 malam baru selesai belajar. Saya kaget mendengar cerita itu. Si anak memang juara 2 di kelasnya. Tapi jangan-jangan ini adalah pencapaian terbesar dalam hidup si anak. hemmm.. Saya kemudian membandingkan dengan anak saya yang jam 21.00 sudah harus tidur. Paling-paling anak saya belajar 1 s.d 1,5  jam saja yang hasilnya tidak 100% memang, minimal sudah di atas KKM hehehe :D. Saya memang tidak memaksa anak untuk menjadi juara kelas. 

Bayangkan, kelas 5 SD, belajar sampai jam 01.30 am, sementara jam 7 harus sampai di sekolah. Maksimal dia bangun jam 05.30 berarti dia hanya tidur 4 jam. ckckckckkckckc....OMG, haruskah???



Senin, 02 Desember 2013

Masak- memasak

Sudah hampir 3 minggu ini, ibu saya berada di rumah. Apa yang paling enak dan yg membuat kangen saat ditunggui ibu? Jawabannya adalah masakannya.

Entah kenapa ya, tangannya Ibu,masak apa saja hasilnya kok enak. Tumis tempe, tumis kangkung saja membuat "tanduk" (nambah lg maemnya). Ibu selalu perfect dalam memasak. Beliau ndak mau ada 1 bumbu-pun terlewatkan. Beda dengan saya. hehehe Untuk urusan tumis, kalau saya cuma  bawang merah, putih, cabe, garam dan saus tiram. Sedangkan Ibu memakai bumbu bawang merah, bawang putih, lengkuas, salam, rese (rebon), garam, tempe bosok (tempe yg sengaja dibusukkan terlebih dahulu), plus gula putih sedikit. Belum lagi kalau ibu memasak brongkos, gulai, bumbu rujak.. ini bumbunya yahud2 semua. Sampai saat ini saya belum pernah memasak yg ribet2 begitu.. ya mungkin belum kepepet sih ...Saya memang ndak suka memasak, walau kadang-kadang saya melakukannya (tanpa paksaan lho).

Hari Minggu kemaren saya membuat pastel. Seumur-umur baru sekali ini saya membuat pastel. Ukuran keberhasilannya adalah, anak saya doyan sekali. Itu sudah cukup. Walau sebenarnya, adonan kulit masih terlalu tebal. :D. Saya hanya piawai dalam membuat lunpia isi sayur, mie ayam , nasi goreng dan tongseng.

Jadi, ada seorang Ibu di rumah selama 3 minggu, berhasil menaikkan berat badan saya 3 kg.. hemmmm. Biasanya, kalau sudah dimasak dan hasil masakannya tidak dimakan, Ibu akan ngomel hehehe.. Ibu paling suka melihat anak-anak dan cucu-cucunya makan dengan lahap. Rasanya semua ibu akan sama seperti itu sih.