Senin, 29 September 2014

Berita singkat

Pagi-pagi, ada WA muncul di hp saya, isinya : Bu, saya ayahnya bintang. Bundanya bintang sudah tiada sekarang, mohon dimaafkan segala kesalahannya. Oiya bintang bayaran les lagi kapan dan jam berapa bintang harus les?

Dorrrrrr, kaget bak disamber geledek. 5 hari yang lalu tepatnya hari Minggu, saya ngobrol dengan alm tentang perkembangan anaknya. Hangat dan ramah. Lha kok jumatnnya tiada. Umur memang bukan kuasa manusia untuk menyudahinya. Dan setiap mendapatkan berita demikian saya selalu tertegun dan seperti diingatkan untuk tidak "ngoyo" menjalani hidup. Untuk menjadi apa adanya saja, mengalir.

Biarkan semesta bekerja untuk kita. Namaste

Kamis, 12 Juni 2014

Lucunya....

Suatu sore, saya sedang di dapur, si bungsu sedang bermain di luar dengan teman-temannya. Tiba-tiba dia masuk rumah dan menangis karena jatuh dan terluka. Saya lihat lukanya sih tidak parah, hanya sedikit berdarah pada lututnya, tapiiii nangisnya luar biasa. Hihih... lucu sih. Saya terlibat langsung dalam tangisnya, saya nikmati tangisannya, rengekannya. Dengan diam dan dengan kesadaran penuh, saya tuntun dia masuk kamar mandi, saya mandikan, kemudian saya bersihkan lukanya. Setelah seger badannya dan berhenti nangisnya, tiba-tiba dia bilang " mau makanan.... " 

Hahaa... saya ambil pisang, potong-potong dan taburin ceres. Sederhana saja keinginannya, setelah itu , dia duduk dengan manisnya dan saya tersenyum. Mumpung sekarang masih bisa menikmati tangisannya, mumpung saya masih bisa mendengar rengekannya, mumpung dia masih mau mengadu kepada saya.

Di lain waktu, saya terlambat menjemputnya sekolah. Hal ini dikarenakan oleh dua sebab. Pertama, jadwal pulang dia lebih awal karena sedang ulangan kenaikan kelas. Kedua, murid-murid yoga saya yang kesemuanya ibu-ibu itu tidak langsung pulang setelah selesai, meski saya sudah bebasa-basi bilang saya akan menjemput anak sekolah. Alhasil, tiba di sekolahan telambat 15 menit.

Ngamuknya lucu, mukanya manyun, "ibu, kenapa sekarang jemputnya lama banget sih.. ibu juga lupa membawa Bear (boneka kesayangannya)"..Sebenarnya saya ingin tertawa ngakak melihat mimik muka ngambeknya yang lucu, tp saya tahan. Diam-diam saya foto dia. Melihat sedang difoto ibunya, ngamuknya tambah dan pecahlah tangisnya. 

Akhirnya saya peluk dan saya pangku dia sampai tangisnya reda. hem.. khas anak-anak bener ya. Tapi hal-hal ini yang membuat saya tersenyum bahagia. 

Jumat, 30 Mei 2014

Sebuah pertanyaan

Seminggu kemaren kaka libur , adik masuk sekolah seperti biasa. Setiap hari kaka ikut mengantar adik ke sekolah. Sepulang dari antar adik sekolah, terjadi dialog antara ibu dan anak yang membuat si ibu, saya, pakai mikir ngomongnya.

Kaka: Ibu, surga itu sebenarnya letaknya dimana

Ibu: Ya, sebenarnya surga itu bukan letak kak. Kalau kaka merasa bahagia sekarang, merasa senang, ya dunia ini surga. Kalau kaka merasa sengsara, sedih, marah, ya dunia ini neraka kaka.

Kaka: Lha terus, Tuhan dimana, katanya Tuhan ada di surga

Ibu: Tuhan itu kan digambarkan sebagai sesuatu/seorang yang MAHA. Maha segala-galanya, yang bisa melakukan hal yang mustahil dilakukan manusia. Tuhan kalau digambarkan sesuatu yang besar, ya besar. Kalau digambarkan menjadi kecil, ya kecil. Bahkan Tuhan bisa bersemayam di hati setiap manusia di seluruh dunia ini, tak terkecuali di dalam orang gila sekalipun, di situ Tuhan bersemayam. Maka, sudah selayaknya kita mengasihi sesama manusia, menyayangi dan menghormati,tidak membedakan kaya miskin, agama, cantik kagak dan sebagainya, karena Tuhan ada dalam diri manusia2 itu.

Kaka : Lha, kenapa orang bisa jahat. Tuhan dimana

Ibu: Setan jg punya kekuatan yang besar. Dalam diri orang ada tuhan ada setan. Tuhan itu berbicara lewat hati nurani. Kaka pernah engga merasa, misalnya kaka berbohong, terus dalam hati kaka bilang, "jangan bohong, jujurlah"

Kaka: Iya, pernah

Ibu: Itulah suara tuhan. Suara hati nurani tidak pernah bohong. Nah, kalau suara hati tidak pernah didengarkan, lama-lama kita tidak peka terhadap hati nurani itu .Mungkin orang-orang jahat itu begitu, tdk pernah mau mendengar suara hatinya, maka jadilah suara setan yang lebih keras terdengar

Kaka: Kalau kesel, sebel itu suara setan?

Ibu: Mungkin

Kaka: Bagaimana mengatasi rasa sebel... bagaimana caranya supaya tidak sebel

Ibu: Ya diam, sadari, seperti yang kita lakukan meditasi itu. Sadari kalo kaka sebel " oh, aku sebel" lihat siapa yang sebel. Lama-lama nanti memudar sebelnya. Ibu tau kaka pandai memaafkan

Kaka: hhehehehee

Dalam hati saya bilang, anakku 11 th kok sudah berpikir hal-hal seperti ini. Dulu saya tidak pernah terpikirkan. Ah, semoga penjelasan saya cukup masuk akal, semoga pendampingan saya untuk dia bertumbuh tidak sia-sia.

Sabtu, 26 April 2014

Kebebasan

Belum genap satu bulan saya menghirup udara kebebasan. Kebebasan dari rutinitas dunia perkantoran yang sudah saya jalani selama 14 tahun 8 bulan. ehemm..

Aktifitas ternyata semakin padat dan saya rasakan hidup menjadi lebih dinamis. Kalau dulu bangun subuh, yoga,  lalu buru-buru mandi dan mengejar kereta, berhimpitan di kereta atau bersumpah serapah di jalan tol kemudian sampai kantorpun setengah hati mengerjakan tugas-tugas kantor, pulang malam masih berjibaku dengan padatnya kendaraan atau padatnnya kereta api.

Sekarang, bangun subuh, yoga, antar anak-anak sekolah, mengajar yoga, istirahat sebentar lalu jemput sekolah, sempat tidur siang sebentar hehehe... sepedaan sore, mengajar musik, nemenin belajar dan seterusnya. Jika ada kebutuhan tertentu, maka acara menjemput sekolah saya oper ke jemputan sekolahnya. Inilah gunanya tetap berhubungan baik dengan mereka.  Dan, saya tidak perlu sungkan mengajukan cuti ke atasan untuk segala keperluan tersebut karena semuanya bisa saya atur sesuai kebutuhan, kepentingan dan kemauan saya.

Saya sadar rasa capek juga ada dengan aktifitas yang padat ini, tapi bukan berarti saya menginginkan kembali bekerja kantoran. Capek ini tidak bisa dibandingkan dengan capek ngantor.Jika kemudian ada yang bertanya, enak mana: kerja kantor apa kerja di rumah?.hemmm.. it's not apple to apple.

Saya tidak akan bermimpi bekerja pada orang. Saya bermimpi mempekerjakan orang lebih banyak lagi.
Apakah terlalu muluk mimpi saya?

Kamis, 27 Maret 2014

Inilah saatnya


Saat membaca surat dari atasan saya yang merupakan balasan dari permohonan pengunduran diri sebulan yang lalu, tak cukup sekali membacanya. Ingatan saya kembali terbawa pada 14 tahun yang lalu, tepatnya 14 th 8 bulan, tak terpikir waktu itu bahwa saya akan berhenti di tengah jalan. Saat itu khayalan saya adalah: saya akan pensiun di umur 60th, saat anak-anak saya sudah di perguruan tinggi bahkan si sulung sudah bekerja, lalu tabungan saya sekian untuk bekal hari tua saya, sayapun masih mendapatkan uang pensiun setiap bulan dari perusahaan ini.

Namun ternyata dinamika kehidupan tidak pernah dapat kita ramalkan sebelumnya. Semesta membawa saya pada saat ini, dimana saya harus memilih. Sebagai orang kampung yang masuk ke Jakarta, bekal saya hanya kebulatan tekad untuk bekerja jujur dan mandiri, tidak bergantung kepada orangtua. Saat itu saya bukan siapa-siapa. Dan karena bekerja di perusahaan ini, akhirnya saya memiliki rumah untuk berteduh, saya mempunyai kehidupan yang layak. 

Di perusahaan ini pula saya pernah mengumpat, saya pernah tertawa , sayapun pernah menangis dan akhirnya saya mengucap syukur. Setelah sekian tahun berjalan, tentu saya perlu waktu untuk memutuskannya , untuk mempunyai keberanian memutuskan ini tidaklah mudah. 

Haru menyelimuti hati saya saat teman-teman dari bagian-bagian lain secara bergerombolan 
dan bergantian, berdatangan mengucapkan selamat tinggal untuk saya. Mereka masih mengingat saya.  

Saya tahu, tidak ada keputusan yang salah dalam hidup ini, semua akan mengalir melalui muara2nya. Inilah saatnya, saya... dengan dunia baru. 



Rabu, 19 Maret 2014

Kita adalah apa yang kita miliki


Untuk memahami hubungan, perlu ada kesadaran yang pasif, yang tidak menghancurkan hubungan. Sebaliknya, kesadaran itu membuat hubungan menjadi jauh lebih vital, jauh lebih bermakna. 

Lalu di dalam hubungan itu ada kemungkinan bagi kasih sayang sejati: terdapat kehangatan, rasa dekat, yang bukan sekadar sentimen atau rasa-tubuh. Dan kalau kita dapat mendekati secara itu, atau berada dalam hubungan terhadap segala sesuatu, maka masalah-masalah kita dapat teratasi dengan mudah -- masalah harta benda, masalah milik.

Oleh karena kita adalah apa yang kita miliki. Orang yang memiliki uang adalah uang itu. Orang yang melihat dirinya dalam harta bendanya adalah harta benda itu, atau rumah, atau perabot. Begitu pula dengan gagasan, dengan tokoh; dan bila terdapat kepemilikan, tidak ada hubungan.

Tetapi kebanyakan dari kita memiliki oleh karena kita tidak punya yang lain jika kita tidak memiliki. Kita adalah kulit yang hampa bila kita tidak memiliki, bila kita tidak mengisi hidup kita dengan perabot, dengan musik, dengan pengetahuan, dengan ini-itu. Dan kulit itu membuat banyak gaduh, dan kegaduhan itu kita sebut hidup; dan kita merasa puas dengan semua itu.

Dan bila terdapat gangguan, bila semua itu meninggalkan kita, lalu terdapat kesedihan, oleh karena pada saat itu Anda tiba-tiba menyadari diri Anda seperti apa adanya -- sebuah kulit hampa, tidak punya banyak makna.

Jadi, menyadari seluruh isi hubungan adalah tindakan; dan dari tindakan itu ada kemungkinan bagi hubungan yang sejati, ada kemungkinan untuk menemukan kedalamannya yang besar, maknanya yang besar, dan mengetahui apa itu cinta.

J Krishnamurti
Buku Kehidupan: Hubungan
18 Maret



diambil dari https://www.facebook.com/hudoyo?fref=nf

Selasa, 18 Maret 2014

Everything happens for a reason

Everything happens for a reason.

Selama 5 hari, saya belajar yoga di Bandung. Tidak hanya sekedar belajar yoga sebagai sebuah bentuk olahraga/senam, tapi juga belajar tentang spiritualisme, filosofi yang terkandung di dalamnya. Master saya (saya senang menyebutnya master, karena memang dia master banget di bidang ini), bicara bahwa tidak ada sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Semua sudah diatur, digariskan sedemikian rupa, sehingga kita tinggal menjalaninya saja.

Beberapa tahun yang lalupun, tidak ada dalam pikiran saya, bercita-cita menjadi seorang guru yoga, juga bercita-cita mempunyai sekolah musik. Semua terjadi begitu saja. Sepertinya "sesuatu di sana" memanggil-manggil saya untuk melakukan ini, sekarang. 

Kalau saya sudah berada pada pencapaian sekarang ini, secara emosi, mental, spiritual, jasmani dan rohani, itu karena saya telah melewati masa lalu saya. Maka saat ini saya berterimakasih kepada masa lalu saya, kepada masa kecil saya yang harus bepindah-pindah kontrakan karena orangtua belum punya rumah sendiri, berterimakasih kepada orang-orang yang pernah membuat saya marah, sedih, kecewa, iri dan sebagainya. Juga berterimakasih kepada orang yang pernah mencintai dan saya cintai, terima kasih kepada guru yang pernah mendidik saya, guru akademis maupun guru alam. Semuuanyaaaa tak bisa saya sebut satu per satu.... 

Kemaren, saya merasakan de javu. Seolah-olah saya pernah mengalami hal ini. Saya tau master saya akan bicara tentang A setelah bicara mengenai B. Dan.. benar. Berarti, jalan ini memang harus saya lewati. Berarti memang keputusan ini bukan semata-mata "saya" yang membuat. "Sesuatu" di sana menanti saya. Berarti memang semua yang telah saya lalui membawa saya pada saat ini. Ke-Kini-an ini. Semesta begitu luar biasa.


Senin, 10 Maret 2014

Hadapi Fakta dan Lihat Apa Yang Terjadi


Kita semua pernah mengalami rasa kesepian hebat, ketika buku-buku, agama, dan segala sesuatu lenyap dan kita merasa kesepian, hampa secara hebat di dalam batin. Kebanyakan dari kita tidak mampu menghadapi kehampaan itu, kesepian itu, dan kita melarikan diri darinya. 

Kita lari kepada ketergantungan, bergantung pada sesuatu, oleh karena kita tidak berani berdiri sendirian. Kita memerlukan radio, televisi, buku, ngobrol, bergunjing ini-itu tanpa henti, tentang seni dan budaya. Jadi, kita sampai pada titik yang di situ kita tahu ada rasa isolasi-diri yang luar biasa ini. 

Kita mungkin punya pekerjaan yang sangat baik, bekerja dengan keras, menulis buku, tetapi di dalam batin terdapat kevakuman yang hebat. Kita ingin mengisinya, dan ketergantungan adalah salah satu jalannya. 

Kita memanfaatkan ketergantungan, hiburan, kegiatan tempat ibadah, agama, minuman keras, perempuan, dan selusin hal lagi untuk mengisinya, menutupinya. Jika kita melihat bahwa adalah sia-sia untuk mencoba menutupinya, sama sekali sia-sia --bukan secara verbal, bukan dengan keyakinan, dan dengan demikian dengan kesepakatan dan tekad-- tetapi jika kita melihat absurditas total dari hal itu ... maka kita berhadapan dengan suatu fakta. 

Soalnya bukan bagaimana membebaskan diri dari ketergantungan; itu bukan fakta; itu hanya reaksi terhadap fakta. ... Mengapa saya tidak menghadapi fakta itu dan melihat apa yang terjadi?

Sekarang masalahnya adalah si pengamat dan yang diamati. Si pengamat berkata, “Saya hampa; saya tidak suka itu,” dan lari darinya. Si pengamat berkata, “Saya lain dari kehampaan.” 

Tetapi si pengamat adalah kehampaan itu; bukan kehampaan yang dilihat oleh si pengamat. Si pengamat adalah yang diamati. Terdapat revolusi hebat di dalam berpikir, di dalam merasa, apabila itu terjadi.

J Krishnamurti
Buku Kehidupan: Kelekatan
10 Maret


*Diambil dari wallnya Pak Hudoyo Hupudio, https://www.facebook.com/hudoyo

Kembali ke Melaca

Memenuhi keinginan terpendam saya setahun yang lalu, akhirnya pada 5-7 Maret yang lalu saya kembali menginjakkan kaki ke Melaka. Kota yang tenang, eksotik dan romantis. 

Kali ini saya sengaja menginap di sebuah losmen sederhana yang ada terasnya supaya saya bisa berlama-lama duduk di tepian sungai ini.

Ngobrol, terkadang terdiam. Teringat hal-hal yang sudah berlalu, sadar, kemudian melepaskan. Lalu tersenyum sendiri.

Sungai Melaka di malam hari
Pagi di sana lamban munculnya. Jam 7 pagi matahari masih enggan bersinar, sehingga seperti jam 5 pagi waktu wib. Kami bertiga, pelaku meditasi memanfaatkan suasana yang tenang ini untuk menziarahi batin sejenak.

Kehidupan berjalan seperti arus sungai ini. Yang sudah terbawa arus, biarlah lewat begitu saja.



Kamis, 27 Februari 2014

Mencintai diam-diam

Saya: Beib.. lg kangen ya. Status2nya cinta2an, miss2an
Dia: He em
Saya: Apa yang paling bikin kangen dari dia
Dia: Em... sifat riangnya, rame.. suka memandang segala permasalah dr sudut pandang yang lucu. Sehingga aku ngakak2. Like a gentleman did.

Saya: Kenapa bubar
Dia: Embuh aku lupa. Apa karena marah2an, yang aku sendiri lupa sebabnya apa. Atau karena sebuah kesadaran bahwa kami tdk mungkin bersatu.
Saya: Terus kamu sudah ikhlas?
Dia : Iya dong,.. entah dia masih menyimpan marah atau tidak. Semoga saja tidak. Sepertinya sih dia cukup bijaksana menyikapinya. Toh, dia sekarang cukup berbahagia. .... and it is not because of me
Saya: and... do you still love him?
Dia: He em.. mencintai diam2 itu indah asal terukur dan tak berlebihan. Pas saja. cukup. Lebih membebaskan.

Saya : Sounds great
*hug hug


Growing Pains

Buku Growing Pains saya baca ndak sampai 60 menit. Dan saya terkagum-kagum kepada penulisnya Tatyana Soebianto. Seorang singgle parent yang tidak cengeng. Kisahnya tertuang dalam sebuah buku setebal 133 halaman, termasuk ilustrasi2 komik yang lucu. Mbak Nana, demikian saya memanggilnya. Segala kesusahan hidup, sudah dilaluinya. Ditinggalkan suami saat dia mengandung 2 bulan. Pamit sekolah di Australia namun akhirnya tidak ada kabar sama sekali. Termasuk bonus-bonus komentar miring tentang seorang janda. Sekarang rasanya dia bisa mentertawakan masa dimana dia menderita. Mbak Nana, bijaksana memainkan perannya di kehidupan ini. Oya, anak semata wayangnya namanya Adi, sekarang sudah berumur 21 th dan sudah mempunyai pacar yang manis. 

Bagi Mbak Nana, sejarah sudah tercatat. however bittersweet. Bagi Ibu dan Adi hanya masa depanlah, most hopefully the good prosperous future, yang harus disongsong.

Di bagian akhir ada tulisan .. dilarang minder.. because nobody's perfect. Singgle mom sama dengan semua mommy, bedanya hanya:
  • being a singgle-mom is twice the work
  • twice the stress
  • twice the tears
  • but also twice the hugs
  • twice the love
  • and twice the pride
Salut untuk mbak Nana. Kalau perempuan-perempuan yang mempunyai segala kemudahan dan keterberkatan dalam hidup masih saja mengeluh dan merasa bahwa hidupnya paling menderita di seluruh semesta ini, maka buku ini wajib dibaca. Kepedihan, adalah cambuk untuk menjadi dewasa, menjadi bijak, menjadi diri sendiri, menjadi sukses. 

Yang sudah lalu biarlah menjadi sejarah masa lalu. Namanya sejarah pasti masih teringat. Yang penting sudah tidak ada lagi emosi yang menyertai masa lalu itu. Semua orang layak untuk berbahagia. Juga Ibu dan Adi. Sabbe Satta Bhavantu Shukitatta. 

Kamis, 20 Februari 2014

Berbagi

Satu per satu akhirnya memahami keputusan ini. Beberapa teman menangis, sayapun terharu membayangkan perpisahan itu. Walaupun ini bukan berarti putusnya tali silaturahmi, tapi terus terang memang ada rasa sedih terselip di hati saya.

Dari satu orang yang tahu, akhirnya merembet ke satu teman di kota lain, lagi dan lagi. Terhadap beberapa teman saya masih berpura-pura. Biar waktu saja yang menjawabnya. :). Kepada seorang sahabat kami terlibat dialog begini:

dia    : sudah bulat niatmu?
saya  : sudah
dia    : apakah kamu ndak takut kalo kekurangan materi, atau usahamu bangkrut?
saya  : tidak. hari esok tidak untuk aku ketahui. akupun tidak punya target. aku hanya melakukan pekerjaan yang ada di depanku saat ini, yang aku cintai. toh semua pekerjaan yang dilakukan dengan cinta dan keseriusan nanti akan membawa hasil. biar semesta yang mengaturnya
dia    : gila, kamu sudah dalam tahap begitu?
aku   : why not?

dia    : kamu kayaknya sudah berubah dari yang aku kenal dulu. aku masih begini-begini saja. bingung. semrawut pikiranku.aku merasa banyak problem dalam hidupku. kadang aku berpikir, apakah aku begini karena tuhan marah, karena aku berpindah keyakinan?
saya  : tuhan yang mana? tuhan itu baaaaaaaaaiiiiiiiikkkkkkkkkkkk sekali. dia pasti tidak marah. kamu hanya perang melawan pikiran kamu sendiri. semakin kamu berpikir, mencari jalan, semakin semrawut, karena yang kamu hadapi ya kamu sendiri

dia   : terus gimana caranya?
saya : ndak ada cara lain.. cuma sadari saja. kadang keheningan mengurai segala permasalahan dengan sendirinya. 

Dia kelihatannya sangat termakan oleh omongan saya. Ya,.... ndak ada salahnya berbagi pencerahan kepada orang lain. 




Minggu, 16 Februari 2014

Jatuh Cinta

Jatuh cinta itu emm.. sejuta rasanya. Menunggu kabar dari yang dicinta deg2an.. ndak sabar.. pokoknya campur aduk deh. Pikiran pun mengandai-andai.... pengen secepatnya kabar itu terdengar. Tadi pagi, akhirnya saya menerima kabar dari yang tercinta, tau dong bagaimana bahagianya .......... so so so happy

Love you Yoga...

Siapa Yoga?.. Yoga adalah yang saya cintai. Mulai Maret saya resmi jadi murid Yoga Leaf. Padahal sebenarnya saya belum pinter-pinter amat dalam beryoga. Yoga Leaf mensyaratkan persyaratan tertentu dalam menerima murid. Maka, saya diminta untuk menghubungi direkturnya langsung. Melalui sedikit wawancara dan menunggu kepastian kurang lebih 2 hari lamanya, sayapun bisa bernafas lega. Mulai Maret sampai Juni mendatang, saya wira-wiri ke Bandung.

Jadi ini adalah awal kehidupan saya. Saya hanya akan melakukan pekerjaan yang merupakan passion saya. Sekolah musik, yoga dan meditasi. 

Berbekal sertifikasi dan logo RYT200 (Registered Yoga Teacher 200hours by Yoga Alliance) yang terakreditasi secara Internasional, akan semakin membuat saya percaya diri dalam mengajar yoga. 

Satu langkah untuk mewujudkannya telah saya lalui, selanjutnya.... let the universe do it for me.. 

Rabu, 12 Februari 2014

Let It Go



Let It Go...mendengarkan lagu ini. saya membayangkan subyek ini kesepian sekian lama.. menahan sesuatu yang bertentangan dengan batinnya yang akhirnya kemudian, melepaskannya, let it go. Sayapun mengalaminya. 





The snow glows white on the mountain tonight       
Not a footprint to be seen
A kingdom of isolation,
And it looks like I’m the Queen.

The wind is howling like this swirling storm inside
Couldn’t keep it in, heaven knows I tried

Don’t let them in, don’t let them see
Be the good girl you always have to be
Conceal, don’t feel, don’t let them know
Well, now they know


Let it go, let it go
Can’t hold it back anymore
Let it go, let it go
Turn away and slam the door

I don’t care
What they’re going to say
Let the storm rage on,
The cold never bothered me anyway

It’s funny how some distance
Makes everything seem small
And the fears that once controlled me
Can’t get to me at all

It’s time to see what I can do
To test the limits and break through
No right, no wrong, no rules for me
I’m free

Let it go, let it go
I am one with the wind and sky
Let it go, let it go
You’ll never see me cry

Here I stand
And here I'll stay
Let the storm rage on

My power flurries through the air into the ground
My soul is spiraling in frozen fractals all around
And one thought crystallizes like an icy blast
I’m never going back,
The past is in the past

Let it go, let it go
When I'll rise like the break of dawn
Let it go, let it go
That perfect girl is gone

Here I stand
In the light of day
Let the storm rage on,
The cold never bothered me anyway



Minggu, 09 Februari 2014

Kendaraan sebuah "Kesadaran"

Kegalauan, kegelisahan, kesedihan, kehilangan, keputusasaan, kebimbangan, kemarahan, adalah kendaraan menuju sebuah kesadaran. Sadar bahwa semua rasa itu tidak akan abadi, termasuk kebahagiaan. Setelah memperoleh "kesadaran", kemudian dapat memahami sebuah "keikhlasan".

Jadi "ikhlas" itu bukan kata kerja yang serta merta bisa dilakukan jika seseorang memberi perintah atau nasehat demikian "sudahlah, ikhlaskan saja".

Caranya:

MENGAMATI DARI BATIN YANG HENING

Oleh: J. Krishnamurti


Untuk menemukan apa artinya mencinta, bukankah orang harus bebas dari kemilikan, kelekatan, kecemburuan, kemarahan, kebencian, kecemasan, ketakutan? Bebas dari kelekatan--marilah kita ambil itu untuk sementara. Ketika Anda melekat, apakah yang Anda lekati? Misalkan, kita melekat pada meja ini, apakah yang tersirat dalam kelekatan itu? Kesenangan, rasa memiliki, menghargai kegunaannya, merasa bahwa itu meja yang bagus, dan sebagainya.



Bila seorang manusia melekat kepada orang lain, apakah yang terjadi? Bila orang melekat kepada Anda, apakah perasaan orang lain yang melekat kepada Anda itu? Di dalam kelekatan itu terdapat kebanggaan memiliki, rasa mendominasi, takut kehilangan orang itu, dengan demikian terdapat kecemburuan, dan dengan demikian kelekatan lebih besar, kemilikan lebih besar, kecemasan.



Nah, bila tidak ada kelekatan, apakah itu berarti tidak ada cinta, tidak ada tanggung jawab? Bagi kebanyakan dari kita, cinta berarti konflik yang buruk di antara manusia, dan dengan demikian hubungan menjadi kecemasan abadi. Anda tahu semua ini, saya tidak perlu memberitahu Anda. Itulah yang kita namakan cinta.



Dan untuk lari dari ketegangan yang buruk dari apa yang kita namakan cinta, kita mempunyai segala macam hiburan--dari televisi sampai agama. Kita bertengkar, lalu pergi ke gereja, atau ke kuil, dan setelah pulang kita mulai lagi. Ini berlangsung sepanjang waktu.



Bisakah orang bebas dari semua ini, ataukah itu mustahil? Jika mustahil, maka kehidupan kita adalah kecemasan abadi, dan dari situ muncullah segala macam sikap, kepercayaan, dan tindakan yang neurotik. Mungkinkah untuk bebas dari kelekatan? Itu menyangkut banyak hal. Mungkinkah bagi manusia untuk bebas dari kelekatan namun tetap merasa bertanggung-jawab?



Nah, bebas dari kelekatan (attachment) tidak berarti kebalikannya, kelepasan (detachment). Sangat penting untuk memahami ini. Bila kita melekat, kita tahu kepedihan dari kelekatan, kecemasannya, dan kita berkata, "Ya Tuhan, saya harus melepaskan diri dari semua kengerian ini." Jadi mulailah pergulatan untuk lepas, mulailah konflik.



Jika Anda sadar akan kata dan faktanya--kata 'kelekatan' dan kebebasan dari kata itu, yang adalah perasaannya--maka Anda mengamati perasaan itu tanpa penilaian apa pun. Maka Anda akan melihat bahwa dari pengamatan total itu terdapat suatu gerakan yang lain sekali, yang bukan kelekatan, bukan pula kelepasan. Apakah Anda melakukannya sementara kita berbicara, ataukah Anda sekadar menyimak sejumlah besar kata-kata?



Anda melekat erat-erat kepada sebuah rumah, kepada suatu kepercayaan, kepada suatu prasangka, kepada suatu kesimpulan, kepada seseorang, kepada suatu idaman. Kelekatan memberikan rasa aman yang besar, yang adalah ilusi, bukan? Melekat kepada sesuatu adalah ilusi, oleh karena sesuatu itu mungkin pergi. Jadi, yang Anda lekati adalah citra yang Anda buat tentang hal itu. Dapatkah Anda bebas dari kelekatan sehingga ada tanggung jawab yang bukan kewajiban?



Lalu, apakah cinta bila tidak ada kelekatan? Jika Anda melekat kepada suatu kebangsaan, Anda memuja isolasi dari kebangsaan, yang adalah sejenis kesukuan yang diagungkan. Apa akibatnya? Itu memisahkan, bukan? Jika saya amat melekat kepada kebangsaan saya sebagai seorang Hindu, dan Anda melekat kepada Jerman, Prancis, Italia, Inggris, maka kita terpisah--dan ada perang, dengan segala kerumitannya. Nah, jika tidak ada kelekatan, apakah yang terjadi? Apakah itu cinta?



Jadi kelekatan bersifat memisahkan. Saya melekat kepada kepercayaanku, dan Anda melekat kepada kepercayaan Anda, dengan demikian terdapat pemisahan. Lihatlah saja konsekuensinya, implikasinya. Bila ada kelekatan, ada pemisahan, dan dengan demikian ada konflik. Di mana ada konflik, tidak mungkin ada cinta.



Dan apakah hubungan antara satu orang dan orang lain bila ada kebebasan dari kelekatan beserta segala implikasinya? Apakah itu awal--saya sekadar menggunakan kata itu, 'awal’, jangan mengritiknya--apakah itu awal dari welas asih? Bila tidak ada kebangsaan dan tidak ada kelekatan kepada kepercayaan apa pun, kepada kesimpulan apa pun, kepada idaman apa pun, maka seorang manusia adalah manusia yang bebas, dan hubungannya dengan orang lain datang dari kebebasan itu, datang dari cinta, datang dari welas asih.



Semua ini adalah bagian dari kesadaran (awareness). Nah, perlukah Anda menganalisis seperti yang kita lakukan untuk melihat makna dari kelekatan, beserta segala implikasinya, atau dapatkah Anda mengamati totalitasnya dengan seketika, baru menganalisis kemudian? Bukan sebaliknya.



Kita terbiasa dengan analisis, bagian dari pendidikan kita adalah menganalisis, dan dengan demikian kita menghabiskan banyak waktu untuk itu. Kita menyarankan sesuatu yang lain sekali: mengamati, melihat totalitas, baru menganalisis. Lalu itu menjadi sangat sederhana.



Tetapi jika Anda menganalisis dan mencoba untuk mencapai totalitas, Anda mungkin keliru; biasanya Anda keliru. Tetapi mengamati totalitas dari sesuatu, yang berarti tanpa arah, maka analisis menjadi penting atau tidak penting, Anda boleh menganalisis atau tidak.



Nah, sekarang saya ingin memasuki suatu hal lain dari sini. Adakah sesuatu yang suci di dalam hidup, yang adalah bagian dari semua ini? Adakah sesuatu yang suci dalam hidup Anda? Buanglah kata itu, pisahkan kata, citra, simbol--yang sangat berbahaya--dan bila Anda lakukan itu, bertanyalah kepada diri sendiri, "Adakah sesuatu yang sungguh-sungguh suci dalam hidupku, ataukah segala sesuatu dangkal, segala sesuatu dibentuk oleh pikiran?"



Pikiran tidak suci, bukan? Apakah Anda berpendapat bahwa pikiran dan semua yang dibentuk oleh pikiran itu suci? Kita telah terkondisikan untuk itu; sebagai seorang Hindu, seorang Buddhis, seorang Kristen, kita terkondisi untuk memuja, menjunjung tinggi, berdoa kepada hal-hal yang dibentuk oleh pikiran. Dan itu kita namakan suci.



Kita harus menemukan, oleh karena jika Anda tidak menemukan apakah ada sesuatu yang sungguh-sungguh suci yang tidak dibentuk oleh pikiran, maka hidup menjadi semakin dangkal, semakin mekanis, dan akhir dari hidup kita sama sekali tak bermakna.



Kita begitu melekat kepada berpikir dan seluruh proses berpikir, dan kita memuja hal-hal yang dibentuk oleh pikiran. Suatu citra, suatu simbol, suatu pahatan, entah dibuat dengan tangan entah dengan pikiran, adalah proses pikiran.



Dan pikiran adalah ingatan, pengalaman, pengetahuan, yang adalah masa lampau. Dan masa lampau menjadi tradisi, dan tradisi menjadi hal yang paling suci. Jadi apakah kita memuja tradisi? Adakah sesuatu yang tak ada kaitannya dengan pikiran dan tradisi, dengan ritual, dengan seluruh sirkus yang tengah berlangsung ini?



Kita harus temukan. Bagaimana Anda menemukan? Bukan sebuah metode; bila saya menggunakan kata 'bagaimana’, saya tidak menyiratkan suatu metode. Adakah sesuatu yang suci dalam hidup?



Ada sekelompok besar orang yang berkata, "Sama sekali tidak ada apa-apa. Anda adalah hasil dari lingkungan, dan Anda dapat mengubah lingkungan, jadi jangan bicara tentang sesuatu yang suci. Anda akan menjadi seorang individu yang mekanis dan berbahagia."



Tetapi, jika kita sangat, sangat serius tentang hal ini--dan kita harus sungguh-sungguh secara mendalam serius--Anda tidak masuk dalam suatu kelompok materialis atau kelompok religius, yang juga berdasarkan pikiran. Maka Anda harus menemukan. Anda tidak membuat pernyataan apa-apa. Maka Anda mulai menyelidik.



Nah, apa artinya menyelidik ke dalam diri sendiri untuk menemukan apakah ada sesuatu yang suci secara mendalam dalam kehidupan kita--dalam kehidupan, bukan 'kehidupan kita'--dalam hidup? Adakah sesuatu yang secara menakjubkan, tertinggi, suci? Ataukah tidak ada apa-apa sama sekali?  



Perlu untuk memiliki batin yang amat hening, oleh karena hanya di dalam kebebasan itu Anda bisa menemukan. Harus ada kebebasan memandang, tetapi jika Anda berkata, "Yah, saya suka akan kepercayaanku, saya akan berpegang pada itu," Anda tidak bebas.



Atau jika Anda berkata, "Segala sesuatu adalah materialistik," yang adalah gerakan pikiran, maka Anda juga tidak bebas. Jadi untuk mengamati harus ada kebebasan dari paksaan oleh peradaban, keinginan pribadi, harapan pribadi, prasangka, dambaan, ketakutan.



Anda hanya bisa mengamati bila batin hening sempurna. Bisakah batin berada sepenuhnya tanpa tindakan? Oleh karena jika ada gerakan, ada distorsi. Kita menemukan bahwa itu sulit sekali, oleh karena pikiran segera masuk; jadi kita berkata, "Saya harus mengendalikan pikiran."



Tetapi si pengendali adalah yang dikendalikan. Bila Anda melihat itu, bahwa si pemikir adalah pikiran, si pengendali adalah yang dikendalikan, si pengamat adalah yang diamati, maka tidak ada gerakan.



Kita menyadari bahwa marah adalah bagian dari si pengamat yang berkata, "Saya marah," sehingga marah dan si pengamat adalah sama. Itu jelas dan sederhana. Secara itu pula, si pemikir yang ingin mengendalikan pikiran masih pikiran juga. Bila kita menyadari itu, maka gerakan pikiran berhenti.



Bila tidak ada gerakan apa pun di dalam batin, maka secara alami batin hening, tanpa upaya, tanpa paksaan, tanpa kehendak. Ia hening secara alami; itu bukan keheningan yang dipupuk oleh karena yang itu cuma mekanis, yang bukan keheningan melainkan hanyalah ilusi keheningan.



Jadi ada kebebasan. Kebebasan menyiratkan semua yang telah kita bicarakan, dan dalam kebebasan itu terdapat keheningan, yang berarti tiada gerakan. Maka Anda dapat mengamati--maka ada pengamatan; maka hanya ada pengamatan, tiada si pengamat yang mengamati. Jadi hanya ada pengamatan yang datang dari keheningan total, keheningan batin sepenuhnya. Lalu, apakah yang terjadi?



Jika Anda telah melangkah sejauh itu--yang adalah kebebasan dari keterkondisian kita, dan dengan demikian tiada gerakan, dan hanya keheningan, diam sempurna--maka kecerdasan pun bekerja, bukan? 
Melihat hakekat kelekatan, beserta seluruh implikasinya, tercerahkan terhadap semua itu, adalah kecerdasan. Hanya bila Anda sudah sampai ke titik itu, yang berarti bebas, disertai bekerjanya kecerdasan, Anda memiliki batin yang hening, sehat dan waras. Dan di dalam keheningan itu Anda akan menemukan apakah ada sesuatu yang sungguh-sungguh suci, atau tidak ada apa-apa sama sekali.  



["Observing from a Quiet Mind" from the public dialogue at Saanen on 1 August 1976 © 1976/1998 Krishnamurti Foundation Trust, Ltd.]



["Mengamati dari Batin yang Hening" adalah bab ke-13 dari buku Krishnamurti, This Light in Oneself: True Meditation, Copyright © 1999 Krishnamurti Foundation Trust, Ltd. ]



Sumber : fb pak Hudoyo Hupudio

Rabu, 05 Februari 2014

Aku bercerita

Aku ingin bercerita. 
Kemaren, bersama dengan 12 orang-orang terbaik di kantor, aku turut merayakan keberhasilannya. Perusahaan memberikan penghargaan dengan mengundang mereka semua ke sebuah perjamuan makan siang yang diakhiri dengan acara fun, di Dufan.

Seumur-umur aku tidak pernah berani mencoba menaiki apa itu yang namanya wahana halilintar. Ajibnya, kemaren aku mau. Aku berteriak saat tubuhku diombang-ambingkan oleh benda itu. Mungkin kali itu, adalah teriakanku yang paling kencang. Akhirnya aku bisa berteriak. Aku juga tertawa melihat tingkah teman-teman yang sudah berumur tapi kelakuan sama seperti anak yang baru saja mendapatkan mainan baru. Seperti aku saat itu. Seharusnya, berada di tengah keramaian seperti itu, aku senang. Itu seharusnya, tapi yang terjadi, ada perasaan kesepian. Ada perasaan sedih. Entah kenapa.

Sejenak aku menyimak batinku sendiri. mungkin, karena saat itu aku berada diantara mereka yang sudah selama belasan tahun lamanya bekerjasama. Dan aku menyadari bahwa ini semua akan berakhir. Ada semacam perasaan "semedot" dalam hati. Namun hatiku tetap tidak bergeming. 

Oiya, itu dulu ceritaku. Aku tetap akan bercerita, kapanpun aku mau. Aku tak peduli didengar atau tidak. Tapi aku tau, ceritaku disimak. Walau dalam diam. 

Selasa, 04 Februari 2014

Form Now

There will be no-one in the world who could be relied on
from now,  i should stand on my own feet

Not to reach any dreams
just to be this way among the universe

happiness will gone as well as sadness
because nothing is eternal


Minggu, 02 Februari 2014

Long Night (kangen ngamen)

It doesn't really matter now you're gone
You never were around that much to speak of
Didn't think that I could live without you, baby
It couldn't be that hard to live alone

But I'm all, all alone again
Thinking you will never say
That you'll be home again

And it's gonna be a long night
And it's gonna be cold without your arms
And I'm gonna get stage fright
Caught in the headlights
It's gonna be a long night
And I know I'm gonna lose this fight

Once upon a time we fill in love
And I thought that I would be the only one

But now I'm on, on my own again
Thinking you will never show
You won't be home again

And it's gonna be a long night
And it's gonna be cold without your arms
And I'm gonna get stage fright
Caught in the headlights
It's gonna be a long night
And I know I'm gonna lose this fight

Lost in your arms baby
Lost in your arms

Now I'm all on my own again
Thinking you will never show
You won't be home again

And it's gonna be a long night
And it's gonna be cold without your arms
And I'm gonna get stage fright
Caught in the headlights
It's gonna be a long night
And I know I'm gonna lose this fight
I'm gonna get stage fright
Caught in the headlights

It's gonna be a long night
And I know I'm gonna lose this fight
I'm lost in your arms baby
Lost in your arms


--- saya sedang kangen ngamen... bayangin nyanyi.. seneng. dapat uang.. dan yang paling puas kalo yg tepuk tangan banyak.. hemmm... misik laku ndak ya..:D:D:D

Berharap

Siapa manusia di bumi ini yang tidak pernah marah atau kecewa?
Siapa juga manusia di bumi ini yang tidak pernah membuat seseorang marah? Membuatnya kecewa?

Dalam setiap kemarahan ada kesedihan
dalam setiap kekecewaan ada keputus-asaan

Hanya bisa berharap kepada "Sang Waktu" yang bijaksana untuk menyadarkan manusia

aku

Rabu, 29 Januari 2014

Katanya


Katanya, " mungkin aku tidak akan pernah berhasil menjalin hubungan dengan siapapun. Mungkin aku yang terlalu sulit untuk dimengerti. Yang ada, aku selalu menyakiti pasanganku. Itu terus terjadi berulang-ulang. Mungkin, aku terlalu egois sehingga tidak bisa berbagi semua hal. Aku bukan wanita yang lemah lembut. Aku bukan wanita yang penuh pengertian. Aku tidak tau caranya bagaimana harus berbagi. Mungkin takdirku itu harus sendiri. Semoga siapapun yang pernah mencintai aku, bisa melupakanku dan menemukan kebahagiannya. Semoga perjalanan dan tentang kita kemaren adalah bagian yang pernah indah dalam hidupnya"

Kataku, "Wis, cemlondo wae, nduk... " 

Selasa, 28 Januari 2014

Senin, 27 Januari 2014

Ijinkan saya mengumpat

Di dlm kereta
Setiap pintu kereta padat spt ini
Rasa capek yang kemaren, belum juga sembuh dan pagi ini rasanya saya ingin mengumpat habis-habisan. Perjalanan menuju kantor sudah menghabiskan 70% energi saya. Saya berdiri di depan para ibu hamil (ada 4 orang), Sementara belakang saya lelaki semua yang badannya besar-besar dan mereka tidak menahan badannya, sehingga saya dengan kekuatan penuh menahan tubuh saya supaya tidak menimpa para ibu hamil. Setiap berhenti di stasiun dorongan semakin kuat, karena penumpang dari stasiun itu memaksa untuk naik, sehingga saya yang di ujung tergencet. Sumpek, marah, sedih, kesal, pengen nangis dan.... saya berontak. Semakin saya berontak, semakin saya kesal, semakin marah, semakin sedih dsbgnya.

Kopajanya juga penuh :D
Saya memejamkan mata. Lama-lama berada di posisi sadar. Lambat laun badan melemas, mengikuti arah kemana saya terdorong. Kesal di hati sedikit demi sedikit meluntur. Sampai kemudian saya turun di stasiun Manggarai. Sisa-sisa badan yang sakit masih terasa. Kemudian saya duduk sebentar, hanya memandang kereta yang seharusnya mengantarkan saya menuju stasiun berikutnya. Saya memilih untuk menunggu kereta di belakangnya lagi.
Jalanan macet sdh biasa

Akhirnya saya terangkut di kereta selanjutnya. Turun di stasiun Karet, menanti Kopaja. Jalanan macet sudah biasa. Berangkat dari rumah jam 5.50. tiba di kantor jam 08.15. Luar biasa.