Selasa, 27 November 2012

Seorang Fania

Setelah papanya meninggal, Fania selalu teringat akan pesannya untuk membimbing adik-adiknya. Sebagai anak sulung, Fania merasa bertanggung jawab penuh atas mamanya yang seorang ibu rumah tangga dan juga 2 adik laki-lakinya.

Saat itu Fania masih kuliah. Keahlian dan kesukaannya memasak, dia salurkan sekaligus untuk mendapatkan uang untuk kuliah dan biaya hidup. Uang pensiunan dari papanya dirasa kurang. Alhasil, hampir setiap hari setelah kegiatan belajarnya selesai, sejak sore sampai dini hari Fania membuat kue-kue kering yang akan dititipkan ke toko-toko. Hal itu dilakukan sekian tahun sampai dia dan adik-adiknya selesai kuliah.

Pengorbanan Fania tidak cukup sampai di situ. Meski Fania sudah bekerja pada sebuah perusahaan besar, hasilnya tidak dinikmati sendiri. Tanggung jawabnya kepada sang Mama diwujudkan dalam sebuah warung kelontong. "Biar Mama ada kesibukan dan juga penghasilan sendiri. Untuk tambahan  pensiunan dari Papa." Begitu katanya kepada sang Mama. Maklum, mama tinggal di Malang sementara Fania bekerja di Surabaya.

Adik-adiknya tak seberuntung Fania. Mereka bekerja dengan pendapatan yang hanya cukup untuk makan saja. Mereka sudah berkeluarga terlebih dahulu. Dasarnya Fania anak yang baik, maka Fania juga menanggung asuransi pendidikan untuk anak-anak sang adik. Fania dan sang pacar menunda rencana mereka untuk menikah. Fania selalu berdalih saat sang pacar hendak menikahinya. "Nanti adik-adikku gimana asuransinya? Beli susunya? Kalau aku menikah pasti semua subsidiku kepada mereka berhenti".

"Ya, mereka kan sudah berkeluarga, biar mereka bertanggung jawab sendiri atas kehidupannya. Kamu sudah cukup memberikan mereka kail, kamu ga harus memberinya ikan.Kamu sudah menyekolahkan dan menikahkan mereka. Ya sudah, mau sampai kapan itu?"

Dan Fania selalu menjawab "aku ga tega". Kalau sudah begitu, pacarnya tak bisa membujuknya lagi.

Begitulah seorang Fania. Saat itu sang pacar kembali tidak bergeming ketika Fania memutuskan hendak mengadopsi salah satu anak adiknya. Anak ini adalah anak ketiga. Karena sang adik merasa berat untuk biaya hidupnya, anak itu hendak digugurkan. Hati Fania luluh. Setelah diskusi yang alot dengan sang pacar, toh akhirnya adopsi dilakukan.

Fania berkomitmen untuk memberikan hidupnya kepada keluarganya dan kepada bayi itu yang adalah anaknya.Juga memutuskan untuk tidak pernah menikah dan menjadi singgle parent. Setelah melihat sang bayi, naluri kewanitaannya menimbulkan hasrat untuk menyusui. Segala hal mustahil dilakukan jika ada niat baik dan hati yang bulat untuk melakukannya. Setelah browsing di internet dan melakukan survei, Fania mencari dokter untuk membimbingnya melakukan laktasi.

Tak sekedar acungan jempol untuk Fania yang dengan sadar memutuskan selibat (tidak menikah dan mendarmakan hidupnya untuk sesama) namun juga rasa hormat kepadanya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar