Rabu, 29 Februari 2012

Berita dari Jogja

Kemarin, saudara saya dari kantor cabang Jogja datang ke kantor. Dia sedang mengurus administrasi di kantor pusat ini karena mengajukan resign setelah 7 tahun masa kerja. Lama tidak ketemu, kita ngobrol ngalor-ngidul sambil makan siang. Menu makan siang kita adalah ayam kungpau, terong balado, kailan ca bawang putih dan kerupuk. Yang terakhir ini pelengkap yang selalu dicari selain tempe dan tahu hehehe....dasar jawa.

Pertanyaan pertama yang saya ajukan adalah, kenapa resign?. Alasan klasik bagi seorang ibu, adalah ingin mengasuh buah hati, konsen kepada keluarga dan tetap punya usaha sampingan. Alasan lainnya, seperti masalah pekerjaan/tidak nyaman di kantor, bagi saya itu nomor dua.

Ibu muda beranak satu ini memutuskan untuk usaha di bidang boga.. waaaaaaaaaaa... saya selalu kagum pada orang-orang yang pandai memasak. Dia membawakan saya klapertaart buatannya yang mak nyus.uenaakk sekali. Saya tidak bisa mengkira-kira, bahan-bahan apa yang digunakan untuk membuat makanan ini. Pokoknya enak saja.  Ibunya memang dulu pengusaha cathering. Jangan-jangan memang sudah keturunan dari sononya,seperti halnya, bapak saya seorang guru, maka 3 dari 5 anaknya termasuk saya sendiri menjadi guru.

Jadi, urusan memasak rupanya faktor genetika, gen ibu saya yang jago memasak tidak menurun kepada saya (menghibur diri hahahahahha).

Topik kedua adalah besarnya uang pesangon. Hem... tapi saya tidak akan bahas di sini. :) hehhee
Baiklah, apapun keputusannya, saya mendukungnya. Saya yakin pekerjaan yang dilakukan dengan senang hati, berdasarkan hobby pasti akan membawa hasil yang luar biasa. Good luck sister.


Selasa, 28 Februari 2012

Belajar

Baru menyadari bahwa, belajar itu seperti bensin untuk sebuah sepeda motor. Bahan bakar yang ampuh untuk menikmati hari-hari, merasakan bahwa waktu tidak terbuang sia-sia.

Waktu di bangku sekolah, belajar hanya sekenanya, sekedar untuk memenuhi kewajiban dan membuat warna hitam di raport tiap semesternya. Bahkan, sejak SD sampai bangku kuliah,  saya tidak pernah menjadi sang juara. STD alias standar saja. :D

Meski saya bukan sang juara, namun saat SD sampai SMA, saya paling sering ditunjuk sebagai dirigen pada upacara bendera tiap hari Seninnya. Atau sebagai MC nya.

Berbicara tentang dulu, sebagai pelajar, saya ada keharusan untuk belajar, kalau sekarang saya suka belajar. Sama-sama belajar, tapi bedanya adalah: dulu ada keterpaksaan sementara sekarang ada kesadaran untuk melakukannya.

Kesadaran untuk melakukan apapun, membuat apa yang kita kerjakan itu membawa hasil yang baik dan pasti menyenangkan.

Amarah

Saat amarah datang
Tidak ada yang bisa dilakukan
selain berada bersama rasa itu, tinggal bersama rasa itu
sampai tetesan air mata tak terbendung
sampai reda rasa itu

selesai,
tak berbekas

Sabtu, 25 Februari 2012

Menu Soto Ayam

Hari ini saya bingung luar biasa. Masalahnya adalah menu memasak. Pagi tadi saya memasak tongseng daging sapi walau saya sendiri tidak makan daging merah.Ini karena bapak saya sedang berada di sini, dan dia suka tongseng sapi.hehhee Nah, kelar sarapan, sibuk berpikir menu untuk makan siangnya.

Ada 7 teman yang saya tanyain bia bbm, masak apa hari ini? Ada yang menjawab, masak air (nyebelin deh), masak ikan penca ala batak , ada yang bikin mie kangkung, ada pula yang dapat orderan orak-arik dan ikan cabe hijau dari anak dan suaminya. Berhubung, ada satu teman yang menjawab, "masak soto saja, bumbunya ambil sini",... hahaha,, nah.. ide yang ini saya terima dengan senang hati.

Meluncurlah saya ke rumah teman yang juga tetangga lain blok ini. Bumbu soto, ditambah bonus jeruk dan salak pondok saya bawa pulang. 

Saya tinggal order kepada staff rumah tangga untuk membeli ayam, sere, soun, dan daun jeruk, Kata temen saya yang di Makassar, harus dibanyakin daun jeruknya. Sumpah deh, seumur-umur, baru sekali ini dalam hidup saya memasak soto sendiri, itupun bumbunya dari teman hehehe. Yang penting jadi dan enak. Pembelaan saya," lho, kan saya masih menambah lengkuas, garam, sere dan daun jeruk".Jadi tidak semata-mata tinggal memasukkan semua bumbu dari teman saya itu. hehhehe Lumayanlah, seolah-olah sudah memasak sendiri. Mudah-mudahan nanti saya jadi hobby memasak.

Wah, lupa difoto hasilnya.


Kamis, 23 Februari 2012

Gosip


Gosip

Dalam seminggu ini, ada 3 teman kantor yang bertanya kepada saya, "kamu mau resign ya". Jawaban saya, "ah, issue itu". hehehe
Masih dikejar lagi dengan pertanyaan, "katanya maret, berarti ini bulan terakhir dong".. Cukup saya jawab dengan senyuman saja.

Namanya juga gosip. Saya tidak akan bertanya dan mencari tau darimana sumber gosip itu? Saya yakin, pasti akan ada beberapa kawan lagi yang akan bertanya hal serupa. Itung-itung, belajar menjadi selebriti neh, hahahhaa.... waktu yang akan menjawabnya.

Dulu, dalam perjalanan hidup saya, ada gosip yang mengatakan bahwa.. A-B-C-D mau dijadiin satu. Kita yg di tempat A, masih tidak percaya, dan menganggap itu hanya gosip. Ternyata bener lho, kejadian. Setelah itu, ada gosip lagi, kalau yang memimpin itu bakalan si Z bulan si K. Dan ternyata bener lagi lho.

Nah sekarang, selain saya digosipin, ada gosip lain yang beredar. Pas makan siang tadi, saya juga mendengar gosip itu, walau tidak ngefek ke saya. Engga napsu saya mendengarnya. Kali ini, benarkah gosip itu?

Kita lihat saja nanti. :)

Minggu, 19 Februari 2012

"Mencari" Kebenaran Hakiki dalam Titik Hening

Aula utk meditasi bersama
17-19 februari, bertempat di desa Sindanglaya-Cipanas-Bogor, kami, yg beragama islam, katolik, kristen, budha, sebanyak 17 orang, berkumpul jadi satu dalam sebuah retret meditasi yang kita sebut Meditasi Mengenal Diri atau MMD. Walaupun latar belakang kami berbeda, tetapi ada satu kesamaan yakni semua menyadari bahwa kami mempunyai batin yang bermasalah. Penuh dengan konflik, kecemasan, dll.



Walking meditation
Latar belakang agama berbeda yg dapat diibaratkan sebagai telunjuk yg berbeda, namun semuanya mengarah atau menunjuk kepada satu hal yang sama, yakni kebenaran hakiki.
Saya mendambakan kedamaian dari perbedaan telunjuk ini, bisakah kita tidak memperdebatkannya? Bisakah kita sama2 mellihat kepada satu tujuan yang sama yakni kebenaran itu sendiri.

Dalam agama islam, ada sebuah hadis  mengatakan ,(tp saya tdk tau bagaimana pengucapan dan penulisannya), tapi artinya begini: jika kamu memahami siapa diri ini, maka allah ada di situ. 
Dlm agama katolik ada sebuah mazmur yang mengatakan : diamlah, maka allah ada di situ.
Lho... sama kan?

Ada satu pembahasan yang menarik, yakni akar dr semua konflik dan akar dr segala kecemasan di bumi ini, yaitu pikiran.
Pikiran adalah reaksi batin karena adanya suatu respon.

Bangsal utk cewek
Sifat pikiran adalah sbg:
1. menggunakan bahasa
Pikiran selalu menggunakan bahasa, sesuai yg kita pelajari dari kecil. Contohnya orang Indonesia melihat bunga mawar mengatakan itu "mawar", namun orang Inggris mengatakan itu "rose". Ini hasil dari buah pikiran.

2. terkondisi dan terbatas
Terkondisi, krn pikiran selalu berdasarkan oleh pengalaman yang kita alami pada masa lampau, dan pengalaman ini terbatas. Tidak ada seorang manusiapun yg mengetahui segala galanya

3.menciptakan dualisme scr psikologis
Contohnya, untuk menggambarkan kata cantik-jelek. Si A bs mengatakan itu cantik, belum tentu B mengatakan itu cantik. Baik-buruk. Islam mengatakan babi haram, katolik mengatakan huenakkk. 

4. menimbulkan rasa ke-akuan/ego
Karena ada pikiran, maka ada "aku". Aku ini penting utk survive. Untuk dapat hidup mandiri. Kita bayangkan, seorang dengan keterbelakangan mental, tdk sadar atas "aku"nya, sehingga dia bergantung pada orang lain. Akan tetapi, karena adanya "aku" maka orang lain dan apa yang ada di sekitar ini menjadi obyek. Kadangkala karena ada "aku" obyek2 ini berfungsi utk memenuhi kepentingan si "aku".

5. menimbulkan pemahaman ttg waktu
Tempat favorit meditasi sendiri
Waktu adalah gerakan. Pikiran kita terus bergerak, sehingga kita punya pemahaman akan waktu. Ada masa lampau, ada masa yg akan datang.

Dalam meditasi ini, waktu bisa berhenti kalau pikiran berhenti bergerak.


Pikiran, rasa "aku", dan pemahaman tentang waktu, penting untuk survive dalam hidup ini. 

Namun pikiran dan rasa "aku" bisa mjd sumber konflik apabila terjadi perbedaan pikiran dr masing2 individu, krn adanya perbedaan kepentingan2.

Pemahaman akan waktu, seperti masa lampau  juga penting, sebab orang yg tdk ingat masa lampaunya akan mjd bingung dan tdk tau hrs berbuat apa.


Bisakah pikiran ini berhenti dan digunakan hanya pada  saat kita perlu untuk menggunakannya?

(mudah-mudahan tidak melenceng jauh dari apa yang dikatakan oleh Pak Hudoyo Hupudio, pembimbing retret kami)

Aliran sungai yang menemani meditasi

Selasa, 14 Februari 2012

Titipan sang Hidup

Sambil menulis ini saya mendengarkan instrumen "Hush Little Baby" dengan latar belakang suara bayi tertawa.

Anakmu bukan milikmu, mereka putra putri sang hidup yang rindu pada diri sendiri,
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu, 
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,
Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri, Patut kau berikan rumah untuk raganya, 
Tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, 
yang tiada dapat kau kunjungi meski dalam mimpi.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka, Namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam di masa lampau, 
Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur. 
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian. Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah, Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat.
Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.
~Khalil Gibran~

Membaca karya Khalil Gibran di atas, yang terbayang di kepala, adalah dua buah hati saya. Seringkali tanpa sadar saya memberikan keputusan untuk mereka. Dari hal yang kecil seperti memilih baju. Anak perempuan saya yang masih balita, pilihan warnanya selalu pink. 

Kadang atas dan bawah tidak mecing.Semua koleksi gelangnya dipakai. Jadi seperti "ledek" hahaha.. Kalau saya sudah memberi pengertian kepadanya, "adik, kan bajunya warna pink, gelangnya dipakai warna pink dan ungu saja, yang hijau, kuning, orange, merah, hitam engga usah dipakai, biar cantik" akan tetapi dia tidak mau mendengar, maka saya akan sedikit memaksanya. Itu baru hal yang kecil. 

Beda lagi dengan kakaknya, saat dia di kelas 1-2 SD, saya memang tidak pernah memaksa dia untuk belajar. Saya biarkan dia berproses, dan nilai rata-ratanya selalu 90. Begitu dia di kelas 3, rupanya sudah mulai pancaroba. Di kelas 1-2, masuk jam 7 pulang jam 10. Di kelas 3 ini masuk jam 7 (jemputannya jam 6), dan pulang sampai rumah jam 14.00 wib. Mata pelajaran padat, dan dia merasa waktu bermain sangat kurang.

Mau saya, pulang sekolah dia tidur, lalu sore boleh main, dan malamnya belajar jika saya sudah sampai rumah. Yang terjadi, pulang sekolah dia langsung main, pulang sore, makan, dan menunggui ibunya pulang. Saat jam belajar dengan saya, dia capek dan tidak berkonsentrasi. Awalnya saya biarkan. Kalau dia capek, ya tidak belajar. 

Akan tetapi saya mau engga mau agak mikir juga karena nilai bahasa Indonesia 53, nilai agama 50, nilai matematika 30 dan lainnya2 standar. Selalu remedial di semua mata pelajaran. :D. Saya khawatir jika dia tidak naik kelas, dia akan minder. Bolak-balik saya kasih tau, kaka, mbok ya tidur siang, biar malamnya bisa belajar. Di hari pertama-kedua setelah peringatan, selalu dia tidur siang... setelahnya kembali lagi ke pola awal.

Akhirnya saya nyerah. Tapi saya lihat, sekarang dia sudah mulai ada rasa tanggungjawab. Sudah mempersiapkan buku-buku untuk pelajaran keesokan harinya. Setiap pulang kerja saya menemaninya belajar. Saya selalu membawa kertas dan krayon atau pencil warna, karena saya menerapkan belajar mind mapping. hehehe... sekarang tidak pernah remedial lagi. Kemaren dia bangga mendapatkan nilai 100 untuk matematika, 90 untuk IPA, dll. 

Anak-anakku, kelak engkau akan menjadi apa, semoga kalian berguna untuk sesama dan kehidupan ini. Sudah malam, Hush little baby, go sleep, sweet dream, love you all. 






Senin, 13 Februari 2012

Mengajar

Tahun 1997 saat saya masih kuliah tingkat akhir, saya mengajar bahasa Inggris di SD almamater saya. Mengajar itu menyenangkan. Saya mengajar 4 kelas waktu  itu. Satu kelas berisi sekitar 40 orang anak. Sebenarnya kalau dilihat dari segi bayarannya, engga relevan lah. heheh Saat itu saya dibayar engga sampai 150 ribu deh. Tapi, karena saya senang mengajar dan bergaul dengan anak kecil , maka kegiatan itu tetap saya lakukan. Toh untuk pengalaman dan mengisi waktu kosong saya.

Pertama kali saya berdiri di depan, anak-anak ramai sekali. Tapi saya punya trik, karena saya suka menyanyi, maka saya menyanyi. Anak-anak selalu saya beri lagu baru, tentu dalam bahasa Inggris, karena saya mengajar mata pelajaran itu. Dan, anak-anak suka semua. Saya juga selalu membawa bahan sendiri. Misalnya mengenal warna, saya membawa kertas2 warna sendiri, dan beli sendiri dari kocek sendiri. hahaha..

Maka mulailah saya mengajar di hari pertama waktu itu, saya bertanya:


What is this colour? ( saya mengacungkan kertas warna hijau ). Anak-anak serempak menjawab..THIS IS A GREEN.. Bagaimana bisa memakai "A" di situ? Saya terbelalak, sampai saya mengulangi pertanyaan itu berulang-ulang dengan warna yang berbeda. Dan jawabannya selalu memakai "A".

Mantan guru saya, yang saat itu masih sebagai wali kelas dengan basic pendidikan yang bukan bahasa Inggris, dipaksa untuk mengajar bahasa Inggris,  turut mendengarkan saya mengajar di kelas. Beliau senyum2 saat saya membenarkan apa yang sudah diajarkannya kepada anak2 itu.


Saat itu,saya adalah guru favorit anak-anak. Bayangkan di awal saya mengajar yang mendapatkan nilai 10 paling hanya 1 atau 2 orang per kelas. Nah, uang hasil mengajar itu seringkali saya belikan hadiah2 kecil, seperti notebook, penggaris, rautan atau sejenisnya. Lama-lama, yang mendapatkan nilai 10 hampir semua. Hahahaa.. malah saya nombok untuk hal itu. Tapi saya bahagia. Pelajaran saya sangat ditunggu anak-anak.

Ada beberapa orangtua murid yang menghampiri saya, begini, "bu, jangan pergi dari sekolah ini ya, anak saya jadi rajin belajar dan suka bahasa inggris". Ketika itu saya menjawab, iya ibu, saya usahakan. :).

Saya juga punya trik untuk anak yang tidak suka mendengarkan saya. Saat saya mengajar, dia malah menggambar. Saya menghampiri dia, dan saya bilang begini " gambaranmu bagus sekali, tolong ibu besok kamu bawakan hasil gambar mu tentang sebuah taman, yang bagus ya, tapi sekarang dengarkan ibu dulu, dan masukkan bukunya".

Eeee dia nurut, besok harinya, dia benar2 membawakan saya hasil karyanya yang terbaik untuk saya. Untuk anak yang bandel, saya jadikan dia asisten hehehe
Oya, anak-anak itu seringkali main ke rumah. Setiap kali datang, ada kira-kira 10 orang. Dengan naik sepeda mereka ke rumah saya. Rumah saya jadi ramai sekali.

Darah mengajar mengalir dari bapak saya yang pensiunan dosen bahasa Inggris di Universitas Sanata Dharma dan juga Universitas Gajah Mada. Setelah hampir 14 tahun saya bekerja di perusahaan ini, saya kangen  untuk mengajar lagi.

Untung kangen ini sudah tersalurkan sekarang. Sekarang kesibukan saya, selain di kantor yaitu  mengajar musik. Saya suka berada di tengah anak-anak dan musik. Bersama saudara saya, tahun depan kita akan mendirikan taman kanak-kanak. Ehm.. jelas saya akan andil sebagai ibu guru di situ.





Minggu, 12 Februari 2012

Ulang tahun

Tepat pada bulan ini, genap setahun pencarian spiritualitas saya. Tiga tahun lalu, saya labil, saya sensitif, saya hampir depresi. Mata saya sayu, suara saya ketus saat menerima telp di kantor (sering diprotes orang). Kadang saya menangis tanpa sebab, merasa sangat-sangat kesepian. Kegiatan MMD membuat saya berangsur-angsur menjadi aning yang ceria kembali. Hidup saya lebih tertata, dan saya lebih tenang.

Sekarang saya berterima kasih kepada rasa galau itu, kepada keresahan, kepada kegelisahan, kepada kesepian, yang sudah mengantar saya pada perubahan.

Saat ini, yang masih harus saya lakukan adalah menyadari gerak keinginan saya untuk segera mewujudkan cita-cita. Saya tau ini adalah bentuk penderitaan. Menjalani hari-hari dengan kesadaran penuh masih sulit saya lakukan.

Jadi, pada bulan ini batin saya sedang berulang tahun... hehehe..




Acara di hari Minggu

Acara hari ini, dari jam 8 pagi sampai jam 12 nungguin anak-anak yang les di Etude. Sempat masak sayur bayam dan ikan sarden juga sih. Setelah itu saya tidur siang (enakkkkk sekali hehehe ), bangun jam 15.00, lanjut mandi dan berangkat ke mall bersama suami dan anak-anak.Pulang jam 18.30, sudah ditungguin murid, ngajar mpe jam 19.30 lanjut arisan untuk  bersosialisasi, karena saya mahkluk sosial. Kembali ke rumah pk 21.00.

Di tempat arisan ini, cerita ngalor ngidul, tp kali ini saya lebih banyak menjadi pendengar saja, karena temanya adalah agama. Ah, malas saya. Gatel kuping saya mendengar pembahasan2 yang menurut frame dan dogma yang mereka anut sendiri, dan serasa paling benar deh.

Lha kalau saya bilang bahwa saya suka retret dgn orang buddhist, pasti di belakang saya, mereka sibuk menghakimi saya. Eh, saya kok berprasangka negatif ya. walah... tidak aware.hahahhaa

Ya sudahlah, biar mengalir apa adanya,mudah-mudahan dunia ini damai.Sabbe satta bhavantu sukitatta-semoga semua mahkluk hidup bahagia.

Sabtu dan Minggu cepat sekali berlalu. Janji saya kepada anak-anak, akan membuat prakarya sebuah boneka di hari Minggu ini batal. Maafkan ibu ya nak. Untung sempet malling sebentar, sekedar beli kaos dan kaset ps.Dan mereka ceria kembali. Ah, anak-anak, mereka pemaaf sekali.

Minggu depan adalah jadwal retret meditasi, semua jadwal mengajar di hari Sabtu bergeser di hari Minggu. Bakalan berkurang lagi kebersamaan dengan anak-anak. Entah untuk kesekian kalinya, saya minta maaf kepada anak-anak. Kok ya, dalam sehari tidak pernah 100% saya bisa full sebagai ibu bagi mereka. Di hari Sabtu dan Minggu pun.

Okay, suatu saat nanti, saya akan punya jam kerja yang bisa saya atur sendiri.
















Rabu, 08 Februari 2012

Profesi dan Gorengan

Sepanjang perjalanan menuju kantor, mata saya mengamati beragam jenis pekerjaan yang dijalani umat manusia untuk kelangsungan hidupnya. Saya mulai dari stasiun bekasi, saya bertemu pedagang asongan yang menjual rokok, permen dan tissue, pedagang koran, pedagang pulsa keliling-ini dilakukan seorang ibu, pedagang roti, susu kedelai, pedagang gorengan dan makanan kecil, pengamen dan pengemis.

Sesampai di stasiun palmerah, ketemu lagi pedang sayuran, pemulung yang tidur di gerobaknya, tukang ojek, dan tukang galian. (Mau diapakan lagi ya jalanan ini, selalu saja bongkar pasang. hehehe).

Andai saya menjadi salah satu dari mereka, melihat orang-orang kantoran yang rapi berangkat kerja, saya pasti berkhayal seandainya saya menjadi pegawai kantoran yang mendapatkan gaji rutin bulanan dan bonus hasil kerja. Saat melihat ke bawah, rasa syukur kita panjatkan. Enak kan jadi pegawai? Kerjakan saja apa yang seharusnya dikerjakan, dan penghasilan pasti didapat. Tidak kurang. Tidak enak badan, boleh cuti. Paling cuma dipotong uang transport hitungan sehari.Ada urusan, boleh ijin masuknya agak siang.

Beda dengan orang-orang yang saya sebutkan di atas, kalau dia tidak bergerak dan bekerja, ya tidak ada penghasilan.

Oya, para pedagang di stasiun Bekasi tadi, rata-rata sudah ada langganannya. Saya sering mengamati ibu penjual gorengan, dan lontong isi. Gorengan seperti bakwan dan tempe, dimakan dengan menggunakan sambel kacang. Baunya memang enak sih. Saya sudah lupa, berapa tahun yang lalu saya terakhir mengkonsumsi makanan jenis ini. Tidak tega saya memakannya, karena terlalu banyak vitamin D alias Debu. dan selalu meninggalkan rasa pahit di tenggorokan hehehe Sekarang saya tidak pernah makan gorengan lagi, kecuali hasil menggoreng sendiri, atau sesekali dari kantin  yang saya rasa minyaknya agak2 aman..

Sebagian orang, gorengan dan lontong isi ini adalah bentuk sarapan pagi. Memang sih, dengan makan 3 bakwan, perut pasti sangat kenyang. Kalorinya brapa coba? hehee. Orang Indonesia, dibilang golongan miskin, tapi kok tetep berbadan subur? Ya, barangkali karena mengkonsumsi gorengan ini dan mi instan (mungkin) :D

Selasa, 07 Februari 2012

Mati dan hidup Dalam Sekejap

Banyak orang mengaku takut mati, karena tidak tahu nasibnya setelah kematian. Betulkah sesuatu yang tidak kita ketahui bisa membuat kita takut? Ketakutan hanya muncul terhadap apa yang kita ketahui. Maka, ketakutan terhadap kematian disebabkan bukan karena fakta kematian itu sendiri, tetapi gambaran kita tentang kematian atau kehidupan yang sudah kita kenal.

Kelekatan pada segala sesuatu yg kita kenal membuat orang takut mati. Orang takut mati karena gambaran akan diceraikan dari tubuh dan dari kehidupan yang dilekatinya. Saat kematian tiba, tubuh mjd kaku, dingin, emmbusuk, rusak, tercerai berai, dimakan binatang2 tanah, dan musnah. Seluruh hubungan terputus, hubungan dengan tubuh, uang, barang-barang, orang-orang yang dicintai, cita-cita, kesenangan, kenikmatan, ide atau gagasan, kesakitan, kesedihan, kebencian, dan seterusnya. Kalau orang hidup dlm kelekatan, kehilangan uang sedikit saja cukup membuat orang sedih, apalagi kehilangan diri atau nyawanya.

Ketakutan membuat kita lekat pada sesuatu yang kita kenal. Karena takut terhadap kematian, maka kita menempatkan kematian jauh dari kehidupan yang kita lekati. Berbicara tentang kematian seolah belum relevan selagi kita masih hidup. Kita menerima begitu saja kehidupan ini dan menolak datangnya kematian. Kematian pasti akan datang pada waktunya. Masalahnya bukan kapan dan dengan cara apa kita akan mati, melainkan apakah kita sungguh2 berani menghadapi kehidupan tanpa melekat kepadanya? Sebab, kelekatan terhadap kehidupan membuat kita takut akan kematian.

Kehidupan yang kita kenal ini tidak lebih dari arus kebrutalan: brutal berkuasa, brutal mengejar kesenangan dan kenikmatan, brutal mempertahankan kelekatan, brutal menolak atau melawan apa saja yang tidak kita suka, brutal dalam pelarian dari fakta2 kehidupan.

Kebrutalan dunia sama dengan kebrutalan diri, karena arus kebrutalan ini tidak lain adalah aku atau ke-aku-an. Ia ada di tengah dunia jasmani dan di tengah dunia yang dianggap rohani, meskipun bukan rohani sama sekali. Orang berani mati demi ambisi masuk surga yang paling tinggi. Orang berani mati demi ambisi untuk mendapatkan kenikmatan dan kenyamanan hidup. Orang melekat pada kebenaran yang ia kenal dan berperang atas nama kebenaran itu. Orang meniti jalan spiritual supaya mendapatkan kehidupan kekal. Semua itu adalah arus dunia materialisme yang berkedok spiritual.

Arus kebrulatan yang adalah arus dunia atau arus ke-aku-an ini terus berlanjut, kecuali keluar dari arus itu. Kematian total adalah berhentinya arus itu. Kematian fisik tidak serta-merta membawa kematian total. Setiap orang ingin tetap hidup dan tidak mau mati, kecuali mati secara fisik sebagai fakta yang tak terhindarkan. Itulah absurditas umat manusia, setiap orang adalah arus sungai yang ingin mencapai pantai, tanpa meninggalkan sungai itu.

dari: Revolusi batin adalah revolusi sosial by J. Sudrijanta, S.J

Senin, 06 Februari 2012

Ibu Rumah Tangga

Pagi ini saya disapa oleh sahabat saya yang sekarang tinggal di Makassar. Ibu muda dengan 3 orang anak. Laki-laki semua. Anak pertama kelas 6 SD, kedua kelas 3 dan anak ketiga umur 4 tahun.

Saya suka memikirkannya, hebat bener temen saya ini. Dulu dia kerja kantoran, pulang pergi bareng saya.  Karena suaminya ditugaskan ke Makassar, dia ikut pindah di kota itu dan menjadi ibu rumah tangga. Mengurus 3 anak laki-laki engga perkara gampang. Ditambah lagi pekerjaan rumah tangga yang tidak ada habis-habisnya. Dari malam hari sebelum tidur sudah harus memikirkan untuk esok harinya. Mau memasak apa, mulai dari sarapan sampai makan malam. Itu baru urusan memasak.

Belum pekerjaan seperti menyapu, bersih-bersih rumah, mengepel, mencuci baju, melicinkan baju dan lain-lain. Coba bayangkan, perkara mencuci piring dan peralatan memasak saja berapa kali dilakukan seorang ibu rumah tangga dalam sehari?

Setelah memasak untuk sarapan, anak-anak dan suami sarapan, selanjutnya adalah cuci piring. Siang hari, anak-anak pulang sekolah, makan siang, selanjutnya cuci piring. Begitu pula sesudah makan malam, diakhiri dengan cuci piring lagi. Beres-beres dapur.

Kalau lagi iseng, saya suka bertanya kepadanya, menu apa hari ini? Jawaban dia, soto, lain hari dia memasak iga cabe hijau. Wah, wah... hebat bener. dulu dia tidak jago memasak. Kok sekarang bisa ya. Masakannya menjadi aneka ragam. Saya, kebetulan tidak suka memasak. Tapi kalau sedang tidak ada staff rumah tangga, ya, saya memasak, sebisa saya. Makanya, perbendaharaan saya tentang masak memasak ini sangat minim. :D. Saya cuma bisa memasak capcay, b2 kecap, bacem, sop, lodeh, nasi goreng, dan aneka goreng2an. Hehehe nasi goreng ini pun bumbunya tidak pernah saya haluskan, cuma saya iris-iris tipis saja.

Hari ini, katanya dia lagi tidak ada ide mau memasak apa. Dia juga lagi pusing, anaknya lagi susah belajar. Hahaha urusan susah belajar menjadi pikiran juga untuk seorang ibu. Dari urusan perut, baju, pendidikan, ada di otak seorang ibu. Pikiran ibu bisa bercabang-cabang di saat yang sama. 

Kalau ibu saya, anak 5. Dengan penghasilan suami yang minim, otak seorang ibu rumah tangga, lebih ekstra bekerja. Ibu saya ini termasuk manager yang handal. Mencukupkan penghasilan bapak yang saat itu bekerja sebagai seorang guru, masih meyekolahkan adik-adiknya, dan menghidupi orang tuanya (kakek nenek). Saat kecil saya jarang sekali jajan. Ibu saya selalu bikin makanan kecil sendiri. Lebih irit menurut ibu. Macam-macam, mulai dari bakwan, sampai bakso, ibu membuat sendiri.

Sampai saat ini, ilmu masak memasak ibu saya, walau sudah ditransfer kepada saya, tidak pernah bisa saya tandingi. Aneh juga ya, bumbunya sama, tapi kenapa hasilnya berbeda? :D

Menjadi orangtua, menjadi soerang ibu tidak ada sekolahnya. Peran ini paling jempol. Andai saya murni sebagai ibu rumah tangga, belum tentu saya berkualitas seperti dua wanita yang saya sebutkan ini. Terberkatilah pada ibu.



Minggu, 05 Februari 2012

Anak-anak

Akhir-akhir ini saya senang sekali mendengarkan lagu-lagu lullaby. My rpecious one-nya Celine Dion, My little one-David DiMuzio, Rock a bye baby. Ada kangen pada masa bayi-nya anak-anak. Ah, takjub saya pada penciptaanNya. Bayi saya sekarang sudah besar. Hampir 9 tahun, yang kecil 4 tahun. 

Yang kecil, Fabiola, hampir tiap hari bilang, "Ibu, tidak boleh kerja, ibu di rumah saja. Aku seneng sama ibu". Duh, nak, pengennya ibu juga tidak usah bekerja di kantoran. Berangkat jam 5.40, pulang minimal jam 18.30. Pagi hari, kalau anak-anak bangun jam 5, berarti saya hanya lihat mereka 30 menit, itupun sambil saya mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Pulangnya, belajar dan nonton televisi, maksimal 2 jam. Jadi setiap harinya, rata-rata saya bertemu anak-anak 2 jam 30 menit. 

Anak saya yang besar, Aaron, sudah tidak pernah menuntut saya untuk di rumah. Tapi saat saya cuti, dia tdk bisa menyembunyikan rasa senangnya, melihat ibunya di rumah. Pelampiasannya dia bertanya sama adiknya, Dik, kamu seneng ya ibu di rumah?. Kaka juga. :D. 

Murid-murid sekolah musik saya, anak-anak smp dan sma, sibuk sekali. Engga kalah sama orang kerja. Berangkat pagi, pulang jam 4/5 sore. Terkadang di hari Minggu mereka ada acara di sekolahannya. Berarti, waktu mereka bertemu dengan bapak ibunya makin berkurang. Saya mengandai-andai, nanti di usia sama seperti mereka, saya juga makin jarang bertemu anak-anak saya sendiri.Apalagi nanti kalau kuliahnya di luar kota, lalu bekerja, menikah. Wah, saya ditinggalin anak-anak.

Hehehe, tapi kehidupan memang berjalan demikian ya. Kalau anak-anak sudah mandiri nanti, saya mau tinggal di daerah Magelang atau Muntilan saja. Mengapa? Karena saya suka di tempat yg sepi, pegunungan dan menyatu dengan alam. 

Berarti, saat ini adalah waktu yang sangat berharga bagi saya, untuk bisa bergumul dengan anak-anak. 

 Celine Dion – My Precious One 
My precious one, my tiny one, lay down your pretty head.
My dearest one my sleepy one, its time to go to bed
Just bow your head and give your cares to me.
Just close your eyes and fall into the sweetest dream, cause in my loving arms.

My precious one, my darling one; don’t let your lashes weep.
My cherished one, my weary one; it’s time to go to sleep.
Just bow your head and give your cares to me.
Just close your eyes and fall into the sweetest dream, cause in my loving arms.
You’re safe as you will ever be so hush my dear and sleep.
And in your dreams you’ll ride on angels’ wings.
Dance with the stars and touch the face of god
And if you should awake…
I’ll send you back to sleep.

Jakarta, 7 Februari 2012
  

Kamis, 02 Februari 2012

Menjadi anak kecil

Pagi ini, dari stasiun karet saya naik metromini 608 ke arah kantor. Dalam bus kecil ini ada 5 orang ibu menggendong anak-anaknya. Usia anak-anak dalam gendongan, paling tua kira-kira umur 4 tahun. Sudah bisa dipastikan mereka berprofesi sebagai joki 3-in one. Setiap melihat anak-anak, tidak bisa tidak, saya selalu mengamatinya. Terutama matanya.

Saya selalu senang melihat mata polos mereka. Entah itu anak orang kaya, orang miskin, anak jalanan, anak orang kulit putih, kulit hitam, atau anak orang bule, semua mata mereka, teduh untuk diamati. Semua kanak-kanak, 100% bergantung pada orang dewasa. Mau diapakan, mau dibawa kemana, itu urusan orang dewasa. Mereka hanya ikut saja, termasuk anak-anak dalam bus itu. Sambil membawa jajanan murahan, mereka happy-happy saja dalam gendongan ibunya.

Kalau saya duduk di belakang anak-anak joki 3 in one itu, tangan saya pasti memegang jemari mereka. Dan secara reflek jemari itu meremas jari telunjuk saya (kira-kira bayi umur 6-7 bulan). Sejurus kemudian, rasa syukur menjalari kesadaran saya. Bahwa sampai saat ini saya masih bisa mencukupi kebutuhan anak-anak saya. Bahwa anak-anak saya bisa sekolah, dan bukan di sekolahan alakadar. Bahwa saya masih bisa memuaskan hasrat kekanakannya di mall.

Sebenarnya saya pengen membawa anak-anak saya naik bis, supaya mereka merasakan sesaknya di bus umum. Tapi niatan itu belum kesampaian sampai saat ini. Selalu saja saya tidak tega untuk mengajaknya. Ah, tapi.. kapan-kapan akan saya lakukan.

Saya ingin seperti anak kecil, tidak punya hari esok, tidak memikirkan hari esok. Hidup mereka ada pada saat ini. Anak kecil juga punya emosi. Senang, sedih,marah. Tapi marah mereka hanya saat itu saja, sedetik kemudian tawa sudah menghiasi wajahnya. Begitu juga rasa sedih, cepat berlalu, secepat irama nafas mereka.

Menjadi orang dewasa, sibuk dengan pikiran yang membuat stress. Pikiran yang berisi ketakutan akan hari esok, juga bayang-bayang gelap tentang masa lalu. Saya belajar menjadi anak kecil, untuk hidup pada saat ini saja. Setiap hal yang saya lakukan, sepenuh penuhnya, saya mau untuk saat ini saja.