Selasa, 07 Februari 2012

Mati dan hidup Dalam Sekejap

Banyak orang mengaku takut mati, karena tidak tahu nasibnya setelah kematian. Betulkah sesuatu yang tidak kita ketahui bisa membuat kita takut? Ketakutan hanya muncul terhadap apa yang kita ketahui. Maka, ketakutan terhadap kematian disebabkan bukan karena fakta kematian itu sendiri, tetapi gambaran kita tentang kematian atau kehidupan yang sudah kita kenal.

Kelekatan pada segala sesuatu yg kita kenal membuat orang takut mati. Orang takut mati karena gambaran akan diceraikan dari tubuh dan dari kehidupan yang dilekatinya. Saat kematian tiba, tubuh mjd kaku, dingin, emmbusuk, rusak, tercerai berai, dimakan binatang2 tanah, dan musnah. Seluruh hubungan terputus, hubungan dengan tubuh, uang, barang-barang, orang-orang yang dicintai, cita-cita, kesenangan, kenikmatan, ide atau gagasan, kesakitan, kesedihan, kebencian, dan seterusnya. Kalau orang hidup dlm kelekatan, kehilangan uang sedikit saja cukup membuat orang sedih, apalagi kehilangan diri atau nyawanya.

Ketakutan membuat kita lekat pada sesuatu yang kita kenal. Karena takut terhadap kematian, maka kita menempatkan kematian jauh dari kehidupan yang kita lekati. Berbicara tentang kematian seolah belum relevan selagi kita masih hidup. Kita menerima begitu saja kehidupan ini dan menolak datangnya kematian. Kematian pasti akan datang pada waktunya. Masalahnya bukan kapan dan dengan cara apa kita akan mati, melainkan apakah kita sungguh2 berani menghadapi kehidupan tanpa melekat kepadanya? Sebab, kelekatan terhadap kehidupan membuat kita takut akan kematian.

Kehidupan yang kita kenal ini tidak lebih dari arus kebrutalan: brutal berkuasa, brutal mengejar kesenangan dan kenikmatan, brutal mempertahankan kelekatan, brutal menolak atau melawan apa saja yang tidak kita suka, brutal dalam pelarian dari fakta2 kehidupan.

Kebrutalan dunia sama dengan kebrutalan diri, karena arus kebrutalan ini tidak lain adalah aku atau ke-aku-an. Ia ada di tengah dunia jasmani dan di tengah dunia yang dianggap rohani, meskipun bukan rohani sama sekali. Orang berani mati demi ambisi masuk surga yang paling tinggi. Orang berani mati demi ambisi untuk mendapatkan kenikmatan dan kenyamanan hidup. Orang melekat pada kebenaran yang ia kenal dan berperang atas nama kebenaran itu. Orang meniti jalan spiritual supaya mendapatkan kehidupan kekal. Semua itu adalah arus dunia materialisme yang berkedok spiritual.

Arus kebrulatan yang adalah arus dunia atau arus ke-aku-an ini terus berlanjut, kecuali keluar dari arus itu. Kematian total adalah berhentinya arus itu. Kematian fisik tidak serta-merta membawa kematian total. Setiap orang ingin tetap hidup dan tidak mau mati, kecuali mati secara fisik sebagai fakta yang tak terhindarkan. Itulah absurditas umat manusia, setiap orang adalah arus sungai yang ingin mencapai pantai, tanpa meninggalkan sungai itu.

dari: Revolusi batin adalah revolusi sosial by J. Sudrijanta, S.J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar