Senin, 06 Februari 2012

Ibu Rumah Tangga

Pagi ini saya disapa oleh sahabat saya yang sekarang tinggal di Makassar. Ibu muda dengan 3 orang anak. Laki-laki semua. Anak pertama kelas 6 SD, kedua kelas 3 dan anak ketiga umur 4 tahun.

Saya suka memikirkannya, hebat bener temen saya ini. Dulu dia kerja kantoran, pulang pergi bareng saya.  Karena suaminya ditugaskan ke Makassar, dia ikut pindah di kota itu dan menjadi ibu rumah tangga. Mengurus 3 anak laki-laki engga perkara gampang. Ditambah lagi pekerjaan rumah tangga yang tidak ada habis-habisnya. Dari malam hari sebelum tidur sudah harus memikirkan untuk esok harinya. Mau memasak apa, mulai dari sarapan sampai makan malam. Itu baru urusan memasak.

Belum pekerjaan seperti menyapu, bersih-bersih rumah, mengepel, mencuci baju, melicinkan baju dan lain-lain. Coba bayangkan, perkara mencuci piring dan peralatan memasak saja berapa kali dilakukan seorang ibu rumah tangga dalam sehari?

Setelah memasak untuk sarapan, anak-anak dan suami sarapan, selanjutnya adalah cuci piring. Siang hari, anak-anak pulang sekolah, makan siang, selanjutnya cuci piring. Begitu pula sesudah makan malam, diakhiri dengan cuci piring lagi. Beres-beres dapur.

Kalau lagi iseng, saya suka bertanya kepadanya, menu apa hari ini? Jawaban dia, soto, lain hari dia memasak iga cabe hijau. Wah, wah... hebat bener. dulu dia tidak jago memasak. Kok sekarang bisa ya. Masakannya menjadi aneka ragam. Saya, kebetulan tidak suka memasak. Tapi kalau sedang tidak ada staff rumah tangga, ya, saya memasak, sebisa saya. Makanya, perbendaharaan saya tentang masak memasak ini sangat minim. :D. Saya cuma bisa memasak capcay, b2 kecap, bacem, sop, lodeh, nasi goreng, dan aneka goreng2an. Hehehe nasi goreng ini pun bumbunya tidak pernah saya haluskan, cuma saya iris-iris tipis saja.

Hari ini, katanya dia lagi tidak ada ide mau memasak apa. Dia juga lagi pusing, anaknya lagi susah belajar. Hahaha urusan susah belajar menjadi pikiran juga untuk seorang ibu. Dari urusan perut, baju, pendidikan, ada di otak seorang ibu. Pikiran ibu bisa bercabang-cabang di saat yang sama. 

Kalau ibu saya, anak 5. Dengan penghasilan suami yang minim, otak seorang ibu rumah tangga, lebih ekstra bekerja. Ibu saya ini termasuk manager yang handal. Mencukupkan penghasilan bapak yang saat itu bekerja sebagai seorang guru, masih meyekolahkan adik-adiknya, dan menghidupi orang tuanya (kakek nenek). Saat kecil saya jarang sekali jajan. Ibu saya selalu bikin makanan kecil sendiri. Lebih irit menurut ibu. Macam-macam, mulai dari bakwan, sampai bakso, ibu membuat sendiri.

Sampai saat ini, ilmu masak memasak ibu saya, walau sudah ditransfer kepada saya, tidak pernah bisa saya tandingi. Aneh juga ya, bumbunya sama, tapi kenapa hasilnya berbeda? :D

Menjadi orangtua, menjadi soerang ibu tidak ada sekolahnya. Peran ini paling jempol. Andai saya murni sebagai ibu rumah tangga, belum tentu saya berkualitas seperti dua wanita yang saya sebutkan ini. Terberkatilah pada ibu.



4 komentar:

  1. lho komen ku kok ndak ada ya. Aku suka tulisan ini. sampai-sampai aku bertanya, sanggup nggak ya aku jadi ibu?

    BalasHapus
  2. mlipir kemana komenmu itu ya..??? sanggup atau tidak.. ya nyemplung saja, karena tidak ada trial, tidak ada sekolahnya beib... ;;)

    BalasHapus
  3. aku pernah nulis sedikit ttg ini (sorry boso enggris) di http://weinandy.net/what-do-you-do-all-day/
    tapi memang profesi ibu rt ini kurang di apresiasi ya, padahal sulit betul loh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ayu,.. pekerjaan di rumah itu tidak ada habisnya.Terimakasih sudah mampir ke sini..

      Hapus