Selasa, 14 Februari 2012

Titipan sang Hidup

Sambil menulis ini saya mendengarkan instrumen "Hush Little Baby" dengan latar belakang suara bayi tertawa.

Anakmu bukan milikmu, mereka putra putri sang hidup yang rindu pada diri sendiri,
Lewat engkau mereka lahir, namun tidak dari engkau
Mereka ada padamu, tapi bukan hakmu, 
Berikan mereka kasih sayangmu, tapi jangan sodorkan bentuk pikiranmu,
Sebab mereka ada alam pikiran tersendiri, Patut kau berikan rumah untuk raganya, 
Tapi tidak untuk jiwanya,
Sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, 
yang tiada dapat kau kunjungi meski dalam mimpi.
Kau boleh berusaha menyerupai mereka, Namun jangan membuat mereka menyerupaimu,
Sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur,
Pun tidak tenggelam di masa lampau, 
Kaulah busur, dan anak-anakmulah anak panah yang meluncur. 
Sang Pemanah Maha Tahu sasaran bidikan keabadian. Dia merentangmu dengan kekuasaan-Nya,
Hingga anak panah itu melesat, jauh serta cepat.
Meliuklah dengan suka cita dalam rentangan tangan Sang Pemanah, Sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat.
Sebagaimana pula dikasihiNya busur yang mantap.
~Khalil Gibran~

Membaca karya Khalil Gibran di atas, yang terbayang di kepala, adalah dua buah hati saya. Seringkali tanpa sadar saya memberikan keputusan untuk mereka. Dari hal yang kecil seperti memilih baju. Anak perempuan saya yang masih balita, pilihan warnanya selalu pink. 

Kadang atas dan bawah tidak mecing.Semua koleksi gelangnya dipakai. Jadi seperti "ledek" hahaha.. Kalau saya sudah memberi pengertian kepadanya, "adik, kan bajunya warna pink, gelangnya dipakai warna pink dan ungu saja, yang hijau, kuning, orange, merah, hitam engga usah dipakai, biar cantik" akan tetapi dia tidak mau mendengar, maka saya akan sedikit memaksanya. Itu baru hal yang kecil. 

Beda lagi dengan kakaknya, saat dia di kelas 1-2 SD, saya memang tidak pernah memaksa dia untuk belajar. Saya biarkan dia berproses, dan nilai rata-ratanya selalu 90. Begitu dia di kelas 3, rupanya sudah mulai pancaroba. Di kelas 1-2, masuk jam 7 pulang jam 10. Di kelas 3 ini masuk jam 7 (jemputannya jam 6), dan pulang sampai rumah jam 14.00 wib. Mata pelajaran padat, dan dia merasa waktu bermain sangat kurang.

Mau saya, pulang sekolah dia tidur, lalu sore boleh main, dan malamnya belajar jika saya sudah sampai rumah. Yang terjadi, pulang sekolah dia langsung main, pulang sore, makan, dan menunggui ibunya pulang. Saat jam belajar dengan saya, dia capek dan tidak berkonsentrasi. Awalnya saya biarkan. Kalau dia capek, ya tidak belajar. 

Akan tetapi saya mau engga mau agak mikir juga karena nilai bahasa Indonesia 53, nilai agama 50, nilai matematika 30 dan lainnya2 standar. Selalu remedial di semua mata pelajaran. :D. Saya khawatir jika dia tidak naik kelas, dia akan minder. Bolak-balik saya kasih tau, kaka, mbok ya tidur siang, biar malamnya bisa belajar. Di hari pertama-kedua setelah peringatan, selalu dia tidur siang... setelahnya kembali lagi ke pola awal.

Akhirnya saya nyerah. Tapi saya lihat, sekarang dia sudah mulai ada rasa tanggungjawab. Sudah mempersiapkan buku-buku untuk pelajaran keesokan harinya. Setiap pulang kerja saya menemaninya belajar. Saya selalu membawa kertas dan krayon atau pencil warna, karena saya menerapkan belajar mind mapping. hehehe... sekarang tidak pernah remedial lagi. Kemaren dia bangga mendapatkan nilai 100 untuk matematika, 90 untuk IPA, dll. 

Anak-anakku, kelak engkau akan menjadi apa, semoga kalian berguna untuk sesama dan kehidupan ini. Sudah malam, Hush little baby, go sleep, sweet dream, love you all. 






6 komentar:

  1. belajar mind mapping iku piye temennya kk sepupu

    BalasHapus
  2. ooo.. pakai gambar dede sepupu temenku... spt bikin bagan2.. or denah2 gitu, or struktur organisasi jd anak lbh mudah ingat,, daripada ndremimil ngapalne :D..

    BalasHapus
    Balasan
    1. dua pusinya khalil gibran yang aku paling suka ini dan tetntang pernikahan. Meditatif banget ya. haneee kalau dia masih kecil memang masih perlu diarahkan. mereka memang masih perlu bimbingan. lha kalau dia sudah dewasa barulah kau berhak menanamkan keputusanmu pada mereka.

      Hapus
  3. mengarahkan, membimbing kan bukan menentukan dan memutuskan dear.. pengennya menjadikan mereka seorang yang puas dengan keputusannya dan belajar dr apa yg sudah diputuskannya heheheh ya aku masih tetep belajar menjadi ibu.. tengkiuuuu hane

    BalasHapus
  4. menurutku sebagai seorang emak, anak-anak sih tetap perlu bimbingan orang tua dan terkadang orang tua perlu juga menentukan/memutuskan karena memang belum sampai ke sana/belum waktunya anak bisa memutuskan sendiri.karena kita juga bertanggung jawab akan anak kan, jadi ya ikut bertanggung jawab juga atas keputusan/perbuatan anak, terutama di negara yang hukumnya kuat di mana kesalahan anak yang kena ortu nya hehehe
    btw amara juga dulu maunya serba pink...terus pas masih tk lagi seneng2nya jadi princess, ke mana2 pakai mahkota sama bawa tongkatnya...rada malu sih emaknya, tapi ya mau gimana lagi...yang ada orang2 di jalan jd berhenti dan komentar betapa 'cute' nya anakku (jadi GR emaknya) hahahahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Woohh iya ya?... thankyou sharingnya beib.. :)

      Hapus