Kamis, 12 September 2013

Saya dan Sekarsoka


Saya dan Sekarsoka. Meski kami tidak tinggal sekota, namun setiap hari kami selalu tahu apa kegiatan masing-masing. Kami berdua suka karya sastra. Buku terakhir yang saya beli (Sekar juga) adalah tetralogi Pramudya Ananta Toer, Bumi Manusia. Tetralogi ini konon ini sudah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa dan menjadi buku wajib di Singapura, Malaysia, bahkan Amerika.

PAT adalah pengarang favorit kami. Kalau saya masih menempatkan Umar Kayam di posisi kedua, Sekar tetap PAT dan hanya PAT tanpa nomor duanya. :D

Dulu, kalau Sekarsoka abis beli buku, lalu mereferensikannya kepada saya, begitu juga sebaliknya. Lalu kami ngobrolin tentang isi buku itu. Lama kelamaan tradisi membaca buku itu sama-sama kita tinggalkan dan berganti issue tentang sekolah anak, urusan pembantu, urusan masak memasak, urusan perkantoran, urusan kesehatan dan lain sebagainya. 

Dua hari ini kami sama-sama kangen dengan PAT. Dua hari ini kami bekerja ditemani monolog dari sang maestro dengan karyanya "Nyanyi Sunyi Seorang Bisu" yang diterjemahkan menjadi "The Mute Soliloguy". http://www.youtube.com/watch?v=ZwqfVz-qB3E. Karya ini dibacakan PAT dalam kunjungannya ke University of Michigan. Mendengarkan seorang budayawan berbicara, dengan bahasa yang membumi, tidak merendahkan diri dan tetap anggun berisi, lalu diakhiri dengan diskusi seru, membuat saya merasa terpenuhi rasa kangennya. 

Quote2 PAT :
"Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berfikiran waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang berjiwa kriminal, biarpun dia sarjana".
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” 

“Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?” 

Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari. (Mama, 84)” 

“Hidup sungguh sangat sederhana. Yang hebat-hebat hanya tafsirannya

Saya dan Sekarsoka, sepakat dengan quote2 itu. Ada satu quote dalam buku Bumi Manusia yang tak habis-habisnya kami obrolin, gambaran tentang seorang wanita mandiri, yang sendiri menghadapi kolonialisme Belanda waktu itu, tokoh itu Nyai Ontosoroh. 

Jangan sebut aku perempuan sejati jika hidup hanya berkalang lelaki. Tapi bukan berarti aku tidak butuh lelaki untuk aku cintai. (Nyai Ontosoroh)” 

emm...Membaca sama denggan belajar. Membaca karya sastra adalah belajar tentang kehidupan. Menulis adalah mempertajam nurani, mengolah rasa, mengasah otak.

Sekian.





2 komentar:

  1. Wooowwww....salamku untuk sekar. aku merinduinya han. aku ucapkan ulang tahun tp dia tak membalasnya :( hiksss... aku setuju soal keberanian dan alangkah indahnya kalau kita berani melangkah :)

    BalasHapus
  2. aku sampaikan beib.. nyai ontosoroh ndak slsi dibahas hahhahaha

    BalasHapus